Jakarta (ANTARA) - Belum lama ini di India dilaporkan terdapat kasus tifus scrub, penyakit ini disebabkan oleh bakteri Orientia tsutsugamushi dan biasanya ditemukan di daerah pedesaan Asia Tenggara, Cina, Jepang, India, serta Australia utara. Lantas seperti apa tifus scrub? 

Tifus scrub dikenal juga sebagai penyakit tsutsugamushi dan tifus semak. Tungau trombikulid merupakan pembawa dari penyakit ini. Penyakit ini pertama kali ditemukan di China pada tahun 313 masehi.

Tifus scrub juga menjadi masalah bagi pasukan AS yang ditempatkan di Jepang setelah Perang Dunia II. Saat itu, tifus scrub dikenal sebagai demam Shichit oleh para pasukan AS yang ditempatkan di Kepulauan Izu Seven atau demam Hatsuka, sedangkan pada dunia modern, tifus scrub pertama kali dilaporkan di Chile pada 2006.

Penyebab tifus scrub

Bakteri Orientia tsutsugamushi adalah penyebab dari tifus scrub. Bakteri tersebut kemudian dibawa oleh tungau atau hewan pengerat yang memakan darah dari seseorang yang terinfeksi.

Seseorang dapat terinfeksi tifus scrub dengan cara yang berbeda, seperti tidur di atas seprai yang dipenuhi tungau, melalui lubang kecil di kulit (luka) dan juga kotoran tungau.

Gejala dari penyakit ini akan terlihat dalam 10 hari pertama setelah digigit. Gejalanya lebih berat dari dua jenis tifus lainnya dan bisa berakibat fatal bagi orang yang menderita penyakit parah seperti mengakibatkan pendarahan dan gagal organ.

Baca juga: Stigma hingga kesulitan obat, tantangan penderita penyakit langka

Beberapa gejala umum dari tifus scrub adalah ruam, pembesaran kelenjar getah bening, kebingungan, nyeri tubuh dan otot, demam dan menggigil, sakit kepala parah, luka pada daerah yang digigit serta dalam beberapa kasus terparah bisa menyebabkan koma.

Tifus scrub bisa menyerang siapa saja, khususnya yang tinggal atau bepergian ke daerah di mana penyakit ini mudah ditemukan.

Di setiap daerah yang terinfeksi tifus scrub, aktivitas bertani dan berkebun serta kebiasaan tidak mengganti pakaian setelah bekerja, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk tertular.

Tifus scrub juga bisa menyebabkan kasus komplikasi. Pada kasus yang parah dan tanpa pengobatan, tifus ini dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumonia interstisial, edema paru, gagal jantung kongestif, kolaps sirkulasi serta tanda dan gejala disfungsi sistem saraf pusat termasuk delirium, kebingungan dan kejang.

Cara diagnosis

Jika Anda mencurigai adanya tifus, segera memeriksakan diri ke dokter agar dilakukan tes. Memberikan riwayat kesehatan Anda sangatlah penting, karena dapat membantu dokter menganalisis kondisi dengan mudah.

Sebaiknya beri tahu juga kondisi kehidupan Anda, seperti tinggal di lingkungan yang ramai, ada wabah tifus atau baru pulang dari bepergian. Selain itu, diagnosis tifus agak rumit dan sulit karena memiliki gejala yang mirip dengan malaria, brucellosis, dan demam berdarah.

Pengobatan

Tidak ada cara khusus untuk mencegah wabah dan terjadinya tifus. Meskipun vaksin untuk epidemi tifus telah dikembangkan selama Perang Dunia II, penurunan jumlah kasus tifus mengakibatkan penghentian pembuatan vaksin.

Saat ini, antibiotik digunakan untuk pengobatan, dan aplikasinya bervariasi sesuai dengan individu yang terkena. Antibiotik paling efektif jika diberikan segera setelah gejala dimulai.

Tifus scrub harus diobati dengan doksisiklin, dan dapat diberikan untuk segala usia. Doksisiklin atau doxycycline adalah pengobatan yang paling banyak ditawarkan dan dapat menyembuhkan dalam waktu yang singkat.

Kloramfenikol banyak digunakan pada seseorang yang tidak hamil atau menyusui. Ini sebagian besar berlaku untuk tifus epidemi. Selain itu, Ciprofloxacin yang diberikan kepada seseorang yang tidak dapat menerima antibiotik doksisiklin.

Pencegahan

Tidak ada vaksin untuk mengobati tifus scrub, namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit tifus scrub.

Salah satu cara pencegahan yang paling mudah adalah dengan menghindari berkembang biaknya hama dan kutu yang menyebarkan penyakit tersebut.

Selalu menjaga kebersihan pribadi, hindari bepergian ke daerah padat penduduk dengan kualitas kebersihan yang rendah serta gunakan obat nyamuk.

Dalam kasus darurat yang ekstrim, konsumsi kemoprofilaksis dengan doksisiklin sebagai tindakan pencegahan. Tutupi diri Anda saat bepergian ke daerah bervegetasi, gunakan permetrin, gunakan sepatu bot dan perlengkapan berkemah.

Apakah tifus mematikan?

Sebelum abad ke-20, telah ada laporan kematian akibat tifus, terutama tifus epidemik. Ketika seseorang menjadi semakin sadar untuk menjaga kebersihan, semakin sedikit kematian yang dilaporkan di era saat ini.

Tifus endemik jarang mematikan, bahkan jika orang yang terkena tidak menjalani pengobatan apapun. Anak-anak yang terdiagnosis tifus kebanyakan sembuh. Hanya 4 persen kematian yang dilaporkan dalam kasus tifus endemik, demikian Boldsky.

Baca juga: Meskipun penyakit langka tetapi diagnosis pasien tak boleh ikut langka

Baca juga: RSCM terus perluas jejaring demi tegakkan diagnosis penyakit langka

Baca juga: Kenali Galaktosemia tipe 1, salah satu penyakit langka di Indonesia

 

Penerjemah: Maria Cicilia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021