Lagos (ANTARA News/AFP) - Militan Nigeria hari Senin mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah pipa minyak di wilayah penghasil minyak utama di negara tersebut, namun pihak berwenang belum mengkonfirmasi hal itu.

"Prajurit-prajurit NDLF menyerang pipa minyak utama milik Perusahaan Minyak Nasional Nigeria dekat (stasiun) pengaliran Batan di negara bagian Delta pada Minggu malam sekitar pukul 23.30, 5 Desember 2010," kata kelompok militan itu dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara militer dan perusahaan minyak negara belum memperoleh keterangan mengenai serangan terhadap pipa minyak itu.

Pasukan Pembebasan Delta Niger (NDLF) adalah kelompok yang diyakini dipimpin oleh John Togo yang sedang diburu pasukan keamanan Nigeria.

Militer melakukan penyerbuan pekan lalu dengan sasaran Togo, yang kelompoknya dituduh oleh pihak berwenang melakukan perompakan, perampokan dan pemerkosaan di negara bagian Delta.

Jumlah kematian dalam penyerbuan di sebuah daerah di Delta Niger itu simpang-siur. Kelompok hak asasi Amnesti Internasional menyatakan, mereka menerima laporan bahwa puluhan orang tewas.

Seorang aktivis yang mengunjungi desa Ayakoromo pada Jumat menyatakan, sedikitnya sembilan orang dilaporkan tewas dan puluhan rumah rusak, temasuk beberapa yang terbakar.

Miabiye Kuromiema, ketua Dewan Pemuda Ijaw, sebuah kelompok HAM di Delta Niger, mengatakan, ia berusaha mengkonfirmasi laporan-laporan mengenai jumlah kematian yang lebih besar dan korban mencakup warga sipil yang tidak berdosa.

Kelompok NDLF Togo mengklaim bahwa lebih dari 100 orang tewas dalam penyerbuan Rabu itu.

Militer menuduh Togo dan yang lain menggunakan militansi sebagai dalih untuk melakukan kejahatan.

Togo menerima amnesti yang ditawarkan kepada militan oleh pemerintah Nigeria tahun lalu, namun sejak itu melakukan lagi aktivitas ilegal, kata Antigha.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.

Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010