Surabaya (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya mengevaluasi sekolah yang diduga telah menjual seragam sekolah untuk siswa yang masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Kami akan melakukan evaluasi, sebenarnya persoalannya dimana," kata Kepala Dispendik Surabaya Supomo di Surabaya, Jumat.

Terkait dengan keluhan seragam dari beberapa wali murid, Supomo menyatakan pihaknya sudah menemui mereka. Ia juga menyatakan bahwa saat ini menutup sementara penjualan seragam di koperasi sekolah untuk dilakukan evaluasi.

"Alhamdulillah, sudah kami datangi warga yang mengeluh. Kemudian untuk sekolah-sekolah, khususnya negeri, kami tutup penjualan seragam-seragam itu, jadi kami larang mereka menjual," ujarnya.

Baca juga: Seragam terbakar, sejumlah siswa di Kebon Kosong gagal sekolah

Baca juga: Satgas Pamtas beri seragam sekolah PAUD di perbatasan


Supomo mengingatkan kembali kepada seluruh kepala sekolah agar tidak memaksakan wali murid membeli seragam melalui koperasi sekolah. Ini sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

Bahkan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya telah mengingatkan kepala sekolah agar tidak memaksakan wali murid membeli seragam. Namun, di lapangan rupanya masih ditemukan warga yang merasa dipaksa untuk membeli seragam sekolah.

Menurut dia, peserta didik masih bisa menggunakan seragam sebelumnya. Atau, jika siswa tersebut naik dari jenjang SD ke SMP, masih bisa menggunakan seragam dari kakak atau saudaranya.

"Bisa gunakan baju yang sudah ada. Atau mungkin gunakan baju punya kakaknya atau saudaranya yang masih bisa dipakai, pada prinsipnya seperti itu," katanya.

Selama ini, kata Supomo, peserta didik memang membeli atribut untuk seragam di koperasi sekolah. Namun, karena timbul permasalahan, maka untuk saat ini penjualan seragam di koperasi sekolah ditutup sementara untuk dilakukan evaluasi.

"Jadi nanti akan evaluasi, sehingga kemudian nanti baru bisa memutuskan setelah evaluasi munculnya persoalan-persoalan itu. Jadi kami tutup penjualan-penjualan (seragam) di sekolah. Kami evaluasi, hasilnya nanti kita laporkan kepada Pak Wali Kota," katanya.

Terkait dengan wali murid kategori MBR, Supomo juga mengimbau kepada mereka agar tidak perlu khawatir terkait seragam anaknya. Sebab, Pemkot Surabaya telah menyiapkan peralatan sekolah seperti seragam dan sebagainya.

"Oleh karena itu bapak ibu wali murid untuk kemudian tidak bingung karena pemkot sudah siapkan itu. Karena yang dipakai itu anggarannya pemerintah, maka mekanismenya saat ini masih dalam proses," katanya.

Sejumlah wali murid sebelumnya mengadukan adanya dugaan praktik pungutan seragam sekolah untuk siswa di SMPN 15 dan SMPN 54 Surabaya pada tahun ajaran baru kepada Fraksi PDIP DPRD Kota Surabaya, Jatim, Kamis (2/9).

"Seragam untuk anak laki-laki senilai Rp1,5 juta dan untuk anak perempuan yang pakai jilbab, senilai Rp1,6 juta," kata wali murid SMPN 15 Surabaya Lastri saat mengadu ke Fraksi PDIP.

Menurut Lastri, pungutan tersebut memberatkannya, apalagi dirinya saat ini termasuk dalam kategori MBR. (*)

Baca juga: Akademisi nilai MA kurang sensitif perlindungan anak putusan seragam

Baca juga: Pakar: Putusan MA soal seragam sekolah bertumpu satu tafsir tertentu

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021