Jakarta (ANTARA) - Indonesia Police Watch (IPW) menilai Kapolres Sintang AKBP Ventie Bernard Musak, gagal memberikan perlindungan dan keamanan kepada masyarakat terkait insiden perusakan tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan, perusakan tempat ibadah dan pembakaran itu merupakan akumulasi dari tindakan-tindakan sebelumnya yang semestinya dapat diantisipasi Kapolres Sintang. Sehingga perusakan itu bisa dihindari serta keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) tetap terpelihara.

Baca juga: Menag minta aparat tindak pelaku perusak tempat ibadah di Sintang

Menurut Sugeng, adanya kejadian tersebut Kapolres Sintang telah mencoreng citra Polri di masyarakat.

"Karena, Polri sebagai aparat pemerintah penegak hukum yang siap melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dan menjunjung HAM terciderai oleh ulah Kapolres Ventie Bernard Musak yang melakukan pembiaran," ujarnya.

Sugeng menjelaskan, pada 3 September 2021, sekelompok orang melakukan perusakan dan pembakaran masjid milik Jemaat Ahmadiyah di Balaigana Sintang, Kalimantan Barat. Sekitar 100 orang lebih dari kelompok intoleran itu melakukan tindakan merusak dan melempari dengan botol plastik yang diisi bensin ke areal tempat ibadah tersebut.

Menurut dia, tindakan kekerasan oleh kelompok intoleran itu, dipicu oleh sikap Pemerintah Kabupaten Sintang yang pada 14 Agustus menyegel tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah Sintang serta dilanjutkan pada 27 Agustus menerbitkan surat larangan kegiatan.

"Rangkaian tindakan diskriminasi, persekusi, perusakan oleh kelompok intoleran di Sintang tersebut adalah pelanggaran hukum yang wajib ditindak tanpa pandang bulu dan terhadap warga Jemaat Ahmadiyah harus diberikan perlindungan," terangnya.

Sugeng mengatakan larangan melakukan kekerasan, perusakan pada rumah ibadah warga Jemaat Ahmadiyah itu sudah ditegaskan dalam butir keempat Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, Dan/Atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.

Baca juga: 300 TNI-Polri jaga TKP perusakan tempat ibadah Ahmadiyah di Sintang

SKB Keputusan Bersama Menteri Agama No 3 tahun 2008, Jaksa Agung Nomor Kep- 033/A/JA/6/2006, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 199 Tahun 2008 itu berisi enam butir.

Selain memberikan peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan beragama, SKB tersebut juga memberikan peringatan dan perintah kepada Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya. Baik dalam bentuk menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum dan melakukan penafsiran tentang suatu agama. Ini termaktub dalam poin pertama dan kedua SKB tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Sugeng, Kapolda Kalbar Irjen Pol Sigit Tri Harjanto harus mengambil alih dan mempertegas sikap untuk melindungi warga Sintang yang menjalankan keyakinan agamanya dan menjaga agar tidak terjadi tindakan kekerasan dan perusakan terhadap rumah ibadah Jemaat Ahmadiyah.

"Padahal sebelum terjadi perusakan, Polda Kalbar telah menurunkan petugas ke lokasi. Akan tetapi petugas di lapangan gagal memberikan perlindungan. Karena itu, Kapolres Sintang sebagai komando tertinggi di wilayah harus dicopot," ucap Sugeng.

Sementara, IPW juga mendesak para pelaku penyerangan dan perusakan rumah ibadah harus ditangkap dan diproses hukum.

"Termasuk juga, Bupati Sintang harus diperiksa apakah terkait sebagai pemicu tindak pelanggaran hukum tersebut," kata Sugeng.

Baca juga: Pemkab Sintang hentikan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021