Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresiden Moeldoko meminta percepatan penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan hak guna usaha (HGU) Perusahaan Umum (Perum) Perhutani dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Hal ini disampaikan Moeldoko dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Konflik Agraria yang Beririsan dengan HGU Perum Perhutani dan ​​​​PTPN, yang dihadiri oleh Kementerian BUMN dan Kementerian ATR/BPN, di Jakarta, Rabu.

"Presiden secara jelas mengamanatkan agar melepaskan tanah yang terdapat pada Perum Perhutani dan PTPN yang telah ditempati warga selama puluhan tahun," kata Moeldoko dalam siaran pers KSP yang diterima ANTARA.

Baca juga: Setara minta Menteri BUMN bertindak selesaikan konflik lahan PTPN V

Moeldoko menekankan penyelesaian konflik agraria terkait dengan HGU PTPN menjadi perhatian serius Presiden RI Joko Widodo, sesuai dengan amanat dalam rapat-rapat internal bersama kementerian/lembaga terkait yang dilakukan intensif sejak November 2021.

Data Kedeputian II Kantor Staf Presiden menyebutkan dari enam lokasi prioritas penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan HGU PTPN, sebagian besar sudah menjadi perkampungan warga.

Keenam lokasi tersebut, yakni tiga HGU dengan status habis di perkebunan PTPN XIV di Sulawesi Tengah, PTPN II di Sumatera Utara dan PTPN VII di Jawa Barat, tiga HGU aktif di perkebunan PTPN XII Jawa Timur, PTPN XIV di Sulawesi Selatan, dan PTPN VI di Sumatera Barat.

Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan yang ikut dalam rapat menyebutkan  223 kasus yang diadukan ke Kantor Staf Presiden sejak 2015 hingga 2021.

Berdasarkan arahan Presiden, pada tahun 2021 sudah diprioritaskan enam kasus percontohan dan membutuhkan tata kelola untuk penyelesaian tepat sasaran dan tepat guna di lapangan.

"Di satu sisi ada kebutuhan revisi kebijakan penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan aset PTPN. Namun, tidak dapat dipungkiri juga diperlukan safeguards untuk memastikan penyelesaian di lapangan bersifat tepat guna dan tepat sasaran," ujar Abetnego.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian BUMN menyatakan bahwa pelepasan aset negara tidak bisa secara sembrono. Terlebih, Kementerian BUMN sering kali berhadapan dengan aparat penegak hukum terkait dengan pelepasan aset negara berupa tanah.

Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Susyanto, ada cara lain yang bisa dilakukan terkait dengan penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan HGU PTPN, yakni dengan pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tanah-tanah PTPN.

"Jadi, tanah-tanah mana di PTPN yang akan dilepaskan? Berapa harganya? Maka, negara akan mengambil alih dengan pengurangan PMN. Tentunya pengurangan PMN memerlukan PP dan kordinasi dengan Kementerian Keuangan," kata Susyanto.

Baca juga: Teras sampaikan masalah konflik agraria ke Wamen ATR/BPN

Sementara itu, Kementerian ATR/BPN menawarkan solusi pendataan tanah PTPN yang sudah tidak dimanfaatkan.

Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Agus Widjayanto menilai secara regulasi tanah yang tidak dimanfaatkan masuk kategori sebagai tanah telantar.

"Kalau mengacu pada PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, tanah yang tidak digunakan masuk kategori tanah telantar. Nah, tinggal didata saja, mana tanah-tanah PTPN yang sudah tidak terpakai," ujarnya.

Rapat koordinasi penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan HGU Perum Perhutani dan PTPN akan kembali digelar dalam waktu dekat, sebagai persiapan pelaporan kinerja tim reforma agraria.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021