Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar meminta semua pihak menahan diri terkait draft Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta karena draft itu baru sebatas usulan dari pemerintah dan akan dibahas DPR RI.

"Jika isinya berbeda dengan aspirasi masyarakat Yogyakarta, bukan berarti pemerintah melakukan pemaksaan atau melecehkan aspirasi masyarakat Yogyakarta, tapi itu baru sekadar usulan dari pemerintah," kata Patrialis Akbar, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Menurut Patrialis, draft Rancangan Undang Undang (RUU) Keistimewaan Yogyakarta itu sudah disampaikan pemerintah kepada DPR RI, pada Kamis ini dan akan dibahas secara resmi.

Pada pembahasan draft RUU tersebut, kata dia, tentu DPR RI akan menampung aspirasi dari semua pihak termasuk aspirasi masyarakat dan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Jika pada usulan pemerintah ini konsepnya berbeda dengan keputusan DPRD Yogyakarta, saya minta semua pihak bisa menahan diri dan mengikuti pembahasan di DPR RI," kata Patrialis.

Patrialis meminta agar masyarakat tidak mendesak Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pernyataan soal materi RUU Keistimewaan Yogyakarta.

"Jangan mendesak Mendagri, kasihan dia," katanya.

Dirinya menambahkan, dalam draft RUU Keistimewaan Yogyakarta yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR RI, menurut dia, memuat antara lain soal Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Utama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sedangkan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, kata dia, akan dipilih oleh anggota DPRD setempat.

Menurut Patrialis, keputusan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bagian dari aspirasi masyarakat Yogyakarta.

"Pemerintah menghargai aspirasi masyarakat Yogyakarta dan meminta masyarakat Yogyakarta juga menghargai usulan pemerintah. Namun, apakah aspirasi masyarakat Yogyakarta itu bisa diakomodasi atau tidak, hal itu tergantung pada pembahasan di DPR RI," katanya.

Patrialis meminta, perbedaan konsep antara pemerintah dan masyarakat Yogyakarta ini jangan dijadikan dikotomi atau menjauhkan keputusan DPRD Daerah Istimewa Yogyakrta dengan pembahasan di DPR RI.

DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, kata dia, memiliki hak menyatakan pendapat, siapa pun berhak menyatakan.

"Apakah pendapat itu akan menjadi keputusan politik atau tidak, hal itu tergantung pada pembahasan RUU di DPR RI," katanya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sempat emosi saat diminta turun podium oleh seorang anggota DPR RI pada `rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Karena diminta turun, Gamawan kemudian turun dari podium sebelum sempat menyampaikan sambutannya pada rapat paripurna DPR RI dengan agenda pengesahan RUU tentang Partai Politik.

(R024/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010