Padang (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi perlu segera mengambil langkah hukum atas dugaan bahwa DPR RI telah meminta dana Rp100 miliar kepada Bank Indonesia untuk membahas Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan dan sejumlah peraturan lainnya.

"Langkah hukum tersebut penting untuk mengusut dugaan praktik korupsi yang dilakukan lembaga legislatif itu sekaligus menekan kasus-kasus pemerasan terhadap BI," kata Ketua Masyarakat Profesional Madani Indonesia Ismed Hasan Putro kepada ANTARA, Jumat.

Permintaan tersebut disampaikannya terkait merebaknya informasi tentang adanya praktik transaksional DPR-BI senilai Rp100 milyar, sementara itu sejumlah pihak terkait justru mencari penyelesaiannya secara adat.

Menurut Ismed, langkah hukum KPK tersebut penting sebab tidak akan berani Agus Santoso --Ketua IPEBI-- menyampaikan pernyataan mengenai permintaan Rp100 miliar itu jika tidak ada anggota DPR yang "membisikinya".

Ismed mengatakan, tidak akan ada asap jika tidak ada api, apalagi praktik kotor anggota DPR meminta uang BI tersebut, kini bukan menjadi rahasia lagi.

"Apa yang terjadi dengan beberapa anggota DPR yang sudah diadili dan dipenjara merupakan bukti faktual bahwa praktik transaksional dan `nafsu` untuk memeras BI benar terjadi dan kini mereka sepertinya masih belum mau bertobat," katanya.

Untuk menekan kasus-kasus tersebut, kata Ismed, kedepan KPK sebaiknya memonitoring setiap rapat kerja dan pembahasan secara khusus yang terjadi antara DPR dengan BI.

Pada kesempatan itu, ia juga mengimbau para pejabat BI agar jangan pernah untuk memenuhi sekecil apapun permintaan anggota DPR atas pembahasan UU yang sedang dilaksanakan ataupun rencana pembahasan UU.

"Para pejabat BI perlu menyadari konsekuensi hukum atas pemberian uang yang berasal dari BI kepada para anggota DPR itu," katanya.

Ia mengingatkan agar pejabat BI belajar dari pengalaman yang telah dialami pendahulunya, penjara dan hancurnya kredibilitas para pejabat BI sebagai profesionalisme merupakan harga yang harus dibayar mahal jika praktik koruptif primitif dilakukan.

(F011/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010