Jakarta (ANTARA News) - DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyampaikan aspirasi masyarakat dan daerah di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Jumat.

"Kami harap, keputusan DPRD DIY bisa menjadi dasar pembahasan RUU," ujar Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Laksana di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Rapat Paripurna DPD RI dipimpin Ketua DPD Irman Gusman (Sumatera Barat) didampingi dua Wakil Ketua DPD, Laode Ida (Sulawesi Tenggara) dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Aspirasi tersebut ialah keputusan DPRD DIY Nomor 54/K/DPRD/2010 mengenai Sikap DPRD DIY tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta.

"Mempertahankan DIY sebagai daerah istimewa dalam bingkai dan sistem pemerintahan negara Republik Indonesia" demikian satu diktum konsiderans "menetapkan" yang diputus Rapat Paripurna DPRD DIY pada 13 Desember 2010.

Diktum lainnya, "Mengusulkan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY melalui mekanisme penetapan". Penetapan dimaksud, yaitu menetapkan Hamengkubuwono dan Paku Alam yang bertahta sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Atas diktum-diktumnya, DPRD DIY mendesak Pemerintah dan DPR RI segera membentuk dan menyelesaikan UU Keistimewaan Yogyakarta dengan mendasarkan pada aspek historis, filosofis, yuridis dan sosio politis.

Terdapat konsiderans-konsiderans dalam keputusan DPRD DIY. Konsiderans "menimbang" menyatakan, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman.

Semula wilayah kerajaan yang berdaulat, mengambil sikap memilih bergabung dengan negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 dan merupakan modal dasar pembentukan DIY.

Piagam Kedudukan tanggal 19 Agustus 1945 yang diterbitkan Presiden Soekarno berisi pengakuan tentang kedudukan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII sebagai penguasa wilayah Yogyakarta merupakan fakta sejarah yang tidak terpungkiri.

Maklumat tanggal 5 September 1945 yang ditandatangani masing-masing HamengkubBuwono IX selaku Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Paku Alam VIII selaku Adipati Kadipaten Paku Alaman merupakan pernyataan sikap bergabungnya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman yang semula sebagai daerah "zelfbesturende landschappen" atau daerah swapraja menjadi daerah yang bersifat istimewa di dalam teritorial negara Republik Indonesia.


Berbeda

Konsiderans "menimbang" juga menyatakan, keistimewaan Yogyakarta secara yuridis mempunyai landasan konstitusi yang sangat kuat, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18B yang menjadi hak asal usul suatu daerah/daerah istimewa (zelfbesturende landschappen) yang diatur dengan undang-undang.

Dinamika perubahan sosial kemasyarakatan tidak menafikan peran sentral Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Puro Paku Alaman, sebagai rujukan penting bagi mayoritas masyarakat DIY, sebagai pusat budaya Jawa dan simbol pengayom.

Berdasarkan kajian akademis, otonomi khusus atau hak-hak istimewa suatu daerah berbeda dengan daerah yang lain merupakan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang umum dalam pengaturan di banyak negara.

Karena itu, DIY harus diatur mekanisme yang jelas tentang pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dengan mendasarkan pada aspek historis, filosofis, yuridis dan sosio politis.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, DPRD DIY menetapkan keputusan tentang sikapnya sesuai dengan pendapat fraksi-fraksi DPRD DIY disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD DIY tanggal 13 Desember 2010.

Salinan keputusan itu disampaikan antara lain kepada Presiden, DPR, Menteri Dalam Negeri, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Hamengkubuwono X dan Paku Alam IX. (T.S023/S019/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010