Bintan (ANTARA) - Kota Bintan, kabupaten tertua di Provinsi Kepulauan Riau tidak hanya memiliki kawasan wisata berskala internasional di Lagoi, yang "menjual" keindahan pantai. Bintan, dengan luas wilayah mencapai 88.038,54 kilometer persegi, juga tidak sekadar disibukkan dengan hiruk-pikuk puluhan perusahaan industri di daratan Lobam.

Potensi kemaritiman di wilayah dengan luas lautan mencapai 97,79 persen itu ternyata tidak melulu dalam lingkaran bisnis perikanan dan pariwisata. Posisi strategis perairan Bintan, yang berbatasan dengan Laut China Selatan, dan bertetangga dengan Malaysia dan Singapura, cukup menggiyurkan para pengusaha kelas kakap sehingga tidak heran industri di daerah itu tetap berkembang di tengah pandemi COVID-19.

Kabupaten yang berjuluk Bumi Segantang Lada itu kini semakin seksi seketika Kawasan Ekonomi Khusus di Galang Batang di kelola PT Bintan Alumina Indonesia, perusahaan asing dengan nilai investasi saat ini Rp17 triliun. Pelabuhan khusus di Galang Batang di dalam kawasan industri alumina itu pun dilirik sejumlah pihak, termasuk Pelindo I Kota Tanjungpinang.

Jasa maritim yang selama ini belum menggelora, menjadi pilihan menarik bagi perusahaan plat merah itu untuk melebarkan sayapnya untuk menggarapnya. Ekspansi dari Pelabuhan Sri Bayintan Kijang, Kecamatan Bintan Timur menuju pelabuhan khusus di Galang Batang mulai disiapkan.

Pelindo I Tanjungpinang, yang dalam beberapa dekade hanya dikenal melayani penumpang di Pelabuhan Sri Bintan Pura, bongkar muat barang di Pelabuhan Sri Payung Tanjungpinang dan Pelabuhan Sri Bayintan, sejak tahun 2016 ternyata diberi kewenangan Kementerian Perhubungan untuk melebarkan sayapnya ke bisnis jasa maritim, seperti pemanduan kapal, tunda kapal dan tambat kapal.

Kebutuhan terhadap jasa pemanduan kapal di daerah yang memiliki 240 pulau itu, bukan isapan jempol belaka, karena di perairan dekat Pelabuhan Sri Bayintan, contohnya terdapat banyak karang yang rawan.

"Kami harus mulai fokus membenahi dan meningkatkan pelayanan di bidang jasa maritim. Ini potensial, yang perlu digarap secara serius," kata General Manajer PT Pelindo I Tanjungpinang, Yusrizal, pekan lalu.

Bisnis jasa maritim di sejumlah perairan di Bintan, potensial menambah pendapatan jika digarap secara serius. Potensi bisnis pemanduan kapal, tunda kapal dan tambat kapal berada pada titik kebutuhan berbagai pihak yang membutuhkan jasa itu.

Ratusan kapal yang mengangkut bahan baku mineral ke Pelabuhan Galang Batang merupakan potensi bisnis jasa maritim yang tidak dapat diabaikan. Setiap hari, kapal-kapal tersebut membutuhkan jasa pemanduan kapal, tunda kapal dan tambat kapal dari Pelindo I Tanjungpinang.

Potensi lainnya, namun masih dalam lingkaran bisnis jasa maritim di Pelabuhan Galang Batang adalah jumlah pekerja di perusahaan itu, yang semakin bertambah hingga 5.000 orang. Kebutuhan sandang dan pangan para pekerja itu juga akan diangkut dengan menggunakan kapal.

"Artinya apa? Kapal-kapal yang berlayar menuju Pelabuhan Galang Batang semakin meningkat," tuturnya.

Direktur Utama PT Bintan Alumina Indonesia, Santoni mengatakan pengangkutan bahan baku bauksit maupun batubara dengan kapal merupakan jantung dalam kegiatan industri sehingga perusahaannya membangun pelabuan sendiri. Perusahaan dengan investasi terbesar asal China itu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk operasional sehari-hari.

"Sejauh ini berjalan lancar. Kami yakin terus berkembang pesat," ucap Santoni.

Yusrizal mengemukakan, potensi lainnya yang dilirik dalam jasa maritim yakni jumlah penduduk Tanjungpinang semakin bertambah ketika ribuan prajurit TNI yang bergabung dalam Komando Gabungan Wilayah Pertahanan mulai bertugas di ibu kota Kepulauan Riau itu. Prajurit TNI itu tentu membawa anggota keluarganya.

Kebutuhan sandang dan pangan dipastikan meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk di Tanjungpinang. Barang kebutuhan masyarakat di Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) yang berasal dari berbagai daerah hanya dilakukan dengan menggunakan kapal.

"Kebutuhan terhadap jasa maritim itu merupakan kewajiban, bukan pilihan sehingga memang sudah seharusnya bisnis ini harus dikembangkan," ujarnya.


Rasionalisasi
"Obat luka" yang tepat di masa pandemi COVID-19 ketika jumlah penumpang di Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan Domestik Sri Bintan Pura tinggal 25 persen dari Rp1,6 miliar/tahun adalah keluar dari zona tersebut. Kondisi tahun ini, dipastikan pendapatan dari pas masuk penumpang di pelabuhan semakin merosot, karena tidak ada wisman, dan pembatasan pelayaran kapal antarpulau.

"Itu pilihan yang paling rasional agar perusahaan ini terus berkembang. Kita tidak boleh terpaku, meratap nasib, melainkan harus tetap semangat mengembangkan usaha-usaha yang potensial," ucap Yusrizal.

Pelindo I Tanjungpinang sudah menyiapkan tenaga ahli untuk jasa pemanduan kapal. Sebanyak lima orang pemandu kapal bersertifikasi dan berpengalaman siaga melayani nakhoda kapal barang dan bahan baku sampai ke pelabuhan.

"Kami juga menjalin hubungan kemitraan dengan pemilik kapal, tentu yang saling menguntungkan untuk menjalankan bisnis jasa tunda kapal," katanya.

Di balik pekerjaan itu, Yusrizal melototi satu persoalan yang cukup pelik yakni biaya jasa pemanduan kapal domestik, yang perlu dievaluasi. Rata-rata biaya jasa kapal domestik yang dikenakan kepada perusahaan pelayaran hanya Rp300.000, sementara biaya operasional yang dikeluarkan Pelindo I Tanjungpinang mencapai Rp1 juta, bahkan lebih.

Bisnis merugi itu sudah dilakukan selama bertahun-tahun dengan pertimbangan agar tidak membebani perusahaan jasa pelayaran kapal domestik. Namun kerugian tersebut selama ini dapat ditutupi dengan biaya jasa yang dikenakan kepada kapal asing yang rata-rata mencapai Rp5 juta.

Menurut dia, rasionalisasi jasa pemanduan kapal adalah jalan tengah yang harus diambil setelah seluruh mitra Pelindo I Tanjungpinang tersebut diberi pemahaman.

"Kami akan diskusikan ini sebelum menjadi kebijakan. Kami menghitung biaya jasa pemanduaan kapal yang ditetapkan Rp2,5 juta. Keuntungan yang didapat baru sekitar 20 persen," katanya.

Tahun 2021, Pelindo I Tanjungpinang menargetkan pendapatan dari jasa maritim di Pelabuhan Kijang dan terminal khusus lainnya di Bintan mencapai Rp14 miliar. Saat ini sudah terealisasi Rp7 miliar, dengan rata-rata pendapatan Rp800 juta/bulan.

"Rasio pendapatan di Pelabuhan Kijang dan terminal khusus, seperti Galang Batang dan Pertamina mencapai 80 persen," ungkapnya.

Kabar rencana kenaikan biaya jasa pemanduan kapal tidak mengejutkan agen pelayaran. Pada prinsipnya sejumlah agen pelayaran tidak merasa keberatan dengan rencana itu. Alasannya, selama ini pelayanan yang diberikan PT Pelindo I Tanjungpinang cukup memuaskan.

"Kami tidak keberatan (biaya jasa angkutan kapal naik). Tetap kami bayar," kata Staf Operasional PT Solid, Agung Setya.

Menurut dia, pelayanan berupa jasa pemanduan kapal yang diberikan Pelindo Tanjungpinang berjalan lancar sehingga mendukung usaha agen pelayaran yang mengangkut berbagai produk mineral di Perairan Galang Batang, Bintan.

PT Solid yang bergerak di bidang agen pelayaran merasa puas dengan pelayanan pandu kapal yang dilakukan oleh orang-orang profesional dari Pelindo.

Dalam sebulan, lebih dari seratus kapal yang membutuhkan jasa pandu kapal dari Pelindo. Seluruh aktivitas berjalan lancar, dan tidak ditemukan catatan negatif.

"Tidak ada catatan negatif. Untuk sementara tidak ada masukkan untuk Pelindo, kecuali mempertahankan pelayanan pandu kapal yang diberikan kepada kami dalam tiga tahun terakhir," kata Agung.

Hal senada juga disampaikan staf operasional PT Haswarpin, Hery. Menurut dia, Pelindo secara profesional menyelenggarakan jasa pandu kapal. Dalam waktu lima menit, karyawan Pelindo yang bertugas sebagai pemanduan kapal selesai mengerjakan tugasnya.

Dalam sebulan, sekitar delapan kali agen pelayaran PT Haswarpin membutuhkan jasa pandu kapal dari Pelindo.

"Dalam waktu yang sangat singkat kapal sudah bersandar di Pelabuhan Kijang," katanya.


Integrasi
Pelindo I Tanjungpinang menyatakan siap menyongsong dan melaksanakan integrasi operator pelabuhan yaitu Pelindo I,II,III dan IV sebagai langkah yang paling tepat untuk menyesuaikan dengan kondisi sekarang.

"Kebijakan itu tentu relevan bila dilihat dari perkembangan industri yang semakin pesat seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi," kata General Manajer PT Pelindo I Tanjungpinang, Yusrizal.

Integrasi operator pelabuhan merupakan penggabungan kekuatan, yang bernilai positif.

Kondisi pandemi COVID-19 yang tidak kunjung usai mendorong Pelindo untuk lebih inovatif dan bergerak lebih cepat dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan negara. Adaptasi terhadap pandemi melahirkan perubahan kebijakan yang relevan sebagai langkah yang tepat untuk menggali potensi bisnis yang menguntungkan.

"Ada tantangan besar ke depan sehingga kami harus lebih fokus menggali potensi bisnis yang tidak terkena dampak pandemi, seperti jasa maritim," katanya.

PT Pelindo I Tanjungpinang tidak hanya sibuk berbisnis. Peerusahaan ini juga membangun mitra dengan kelompok masyarakat, dan membantu pelaku usaha kecil dan menengah. Salah satu bukti kehadiran di tengah pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yakni menyalurkan pinjaman modal usaha dengan bunga lunak, 2 persen.

Tahun 2018, PT Pelindo menyalurkan modal usaha senilai Rp1 miliar untuk 17 mitra binaannya, kemudian tahun 2019 kepada 14 mitra binaan dengan nilai Rp910 juta. Setahun kemudian, ketika kegiatan PT Pelindo mulai terdampak pandemi COVID-19, perusahaan itu justru meningkatkan bantuan modal kepada 16 pelaku UKM sebesar Rp984 juta.

"Tahun ini kami tetap membantu, 3 mitra binaan kami mendapatkan bantuan Rp232,5 juta," kata Asisten Manajer Pelayanan Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) PT Pelindo Tanjungpinang Raja Junjungan Nasution.

PT Pelindo I Tanjungpinang juga menyalurkan dana bantuan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility). Tahun 2018, PT Pelindo I Tanjungpinang membangun instalasi air bersih di Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau senilai Rp284 juta. Tahun 2019, PT Pelindo I Tanjungpinang melakukan pengecatan rumah penduduk di kawasan wisata religi Pulau Penyengat, Tanjungpinang, senilai Rp1,1 miliar.

Sementara tahun 2020, melaksanakan sejumlah program bina lingkungan di Batam senilai Rp363 juta.

"Tahun ini, kami memberi bantuan sejumlah program bina lingkungan di Kabupaten Lingga dengan nilai Rp375 juta," ujarnya.

Bantuan dan pembinaan yang dilakukan oleh PT Pelindo I Tanjungpinang, salah satunya dirasakan oleh Poniran, pelaku UKM yang menggeluti usaha dendeng sotong (cumi).

"Bagi kami, Pelindo itu sudah seperti keluarga kami. Sangat dekat, dan membantu," kata Poniran,
pemilik PD Adi Anugrah "Food Industry".

Pembinaan dan bantuan yang diberikan PT Pelindo I Tanjungpinang mengantarkan Poniran menjadi pengusaha sukses, yang memperoleh puluhan penghargaan dari pemerintah pusat dan daerah. Bahkan tahun 2010, Poniran berhasil memperoleh Upakarti, penghargaan tertinggi dari Presiden.

"Kami terbantu, sangat terbantu dengan peminjaman modal usaha dan pembinaan yang dilakukan PT Pelindo," katanya.

Sampai saat ini, Poniran masih menyicil utangnya kepada Pelindo. Ia berupaya menjaga kepercayaan yang diberikan Pelindo, dengan tetap mempertahankan usahanya yang mulai "goyang" akibat permintaan drastis menurun selama pandemi COVID-19.

"Kami tetap memproduksi dendeng sotong ini. Kami berharap dapat pinjaman modal kembali dari Pelindo setelah utang kami sebelumnya lunas," ucap Poniran, yang merintis usahanya sejak tahun 1991.

Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad memberi apresiasi kepada Pelindo I Tanjungpinang yang terus memberi pelayanan kepada masyarakat. Bantuan yang diberikan Pelindo ternyata mampu mengembangkan potensi pariwisata, dan UKM.

Fasilitas umum yang didirikan Pelindo di berbagai daerah di Kepri membuat masyarakat semakin dekat dengan perusahaan ini.

"Pelindo tidak hanya berbisnis, melainkan juga membantu masyarakat. Tentu ini sangat dibutuhkan terutama di masa pandemi," kata Ansar.

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021