Grand-Bassam, Pantai Gading (ANTARA News) - Pada saat krisis dan kerusuhan di Pantai Gading meningkat, warga negara Prancis yang tinggal di resor tepi pantai Grand-Bassam mengatakan mereka tidak berniat untuk meninggalkan negara itu meski ada peringatan dari Paris.

Dari 14.000 warga Prancis dan dwi-warga negara yang terdaftar di Pantai Gading, 1.500 sudah meninggalkan tempat itu sebelum rekomendasi Rabu untuk meninggalkan negara, tempat sedikitnya 173 orang telah tewas dalam kekerasan pasca-pemilu.

Negara Afrika barat itu telah dalam cengkeraman kebuntuan politis yang mematikan sejak incumbent Laurent Gbagbo dan lawannya Alassane Ouattara keduanya mengklaim telah memenangkan pemilihan presiden pada 28 November.

Tapi di Grand-Bassam, sebuah kota berpenduduk 50.000 yang terkenal karena pantai dan restoran tepi lautnya, banyak warga Perancis setempat yang menunggu kekerasan berakhir dan menolak meninggalkan tempat mereka.

Sementara hampir semua dari mereka bersikeras menyatakan mereka merasa aman, tak satupun yang bersedia dikutip namanya.

"Tidak ada pesan untuk saat ini. Tetapi jika saya harus pergi, saya akan menjadi orang yang terakhir," kata salah seorang warga setempat yang berbicara dengan syarat tak disebut namanya.

Dia adalah seorang pria berumur 60-an, yang tertua di antara para anggota masyarakat Perancis di tempat itu.

Penduduk Prancis setempat mengatakan, mereka belum merasa dalam bahaya, tidak seperti pada tahun 2004 ketika pertempuran pecah antara pasukan Perancis dan Pantai Gading.

"Ini bukan Prancis yang berada di garis depan, itu adalah Pantai Gading sendiri," kata seorang wanita Prancis-Pantai Gading yang duduk di sebuah pondok jerami di taman.

"Kami memiliki tanggung jawab profesional, kita tidak bisa pergi begitu saja," kata suaminya, seorang manajer bisnis muda.

"Kami memiliki hubungan emosional dengan negara ini," kata pria berumur 60-an itu, yang ikut mengambil bagian dalam evakuasi warga Prancis pada November 2004.

Pada 2004 pasukan Prancis di Pantai Gading bereaksi terhadap serangan udara yang menewaskan sembilan rekan mereka, dengan menghancurkan seluruh angkatan udara Gbagbo`s.

Kerusuhan meletus di Abidjan, dengan geng dari "Patriot Muda" menargetkan warga Prancis yang masih berkepentingan dan sejumlah besar masyarakat ekspatriat di dalam kota. Tentara Prancis menewaskan 50 demonstran sipil.

"Pada 2004, Prancis adalah target. Untuk saat ini, tidak ada warga negara Prancis yang disentuh sejauh yang saya tahu," kata pria berusia 60-an itu.

Dia memperkirakan 260-280 warga Perancis tinggal di Grand-Bassam.

Sebagian besar pemerintah, termasuk Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, mengakui Ouattara sebagai presiden setelah pengakuan PBB menunjukkan dia menang.

Namun meskipun Gbagbo telah mengecam mantan penguasa kolonial Prancis dan seluruh komunitas internasional, retorikanya belum menargetkan warga Prancis yang tinggal di Pantai Gading.

Seorang pemuda Franco-Pantai Gading di Grand-Bassam mengatakan dia merasa "tidak cemas" dan akan mengabaikan seruan Prancis bagi warga negaranya untuk pergi.

"Saya tidak merasa dalam bahaya," katanya.

Dia menambahkan bahwa beberapa orang di negara itu mencoba untuk memberi umpan sentimen anti-Prancis, tetapi sebenarnya "penduduk Pantai Gading telah lelah mengenai hal ini." (*)
AFP/H-AK/S004

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010