Jakarta (ANTARA News) - Udara dingin di Kampung Cibodas, Desa Sunten Jaya, Lembang, Bandung di penghujung tahun tidak mengurangi semangat anak-anak, remaja hingga orang tua dari desa-desa sekitar untuk datang memenuhi ruang-ruang kelas Pusat Kegiatan Belajar Mengajar Geger Sunten.

Sejumlah remaja usia SMP dengan berseragam putih dan biru mengucapkan salam kepada tutor mata pelajaran Bahasa Inggris, sementara putra putri berseragam putih abu-abu bergegas menuju ruang gamelan bersiap diri untuk berlatih.

Di ruang serbaguna belasan ibu berusia 30 tahun hingga 50 tahun mulai menekuni lembaran-lembaran bungkus bekas kopi instan dalam berbagai rasa dan merek untuk dijadikan bahan dasar membuat dompet, tas tangan hingga tas jinjing pesanan dari beberapa kios cindera mata di berbagai kawasan wisata di Lembang.

Sementara dari arah samping bangunan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), terlihat beberapa lelaki muda hilir mudik membawa karung-karung berisi rumput, pupuk dan sebagian lain terlihat sibuk mengangkut tanaman anggrek yang sudah berbunga dalam gerobak untuk di bawa ke tepi jalan raya.

Kesibukan di PKBM Geger Sunten nyaris berlangsung sepanjang pekan hingga menjelang sore hari sebelum waktu mahgrib tiba. "Tetapi kalau kami menerima order untuk kawinan, bisa jadi sampai malam kami melakukan persiapan membuat janur dan menyiapkan taman hiasan pelaminan, berlatih gamelan dan sinden atau berlatih organ tunggal, tergantung permintaan dari warga yang melaksanakan hajatan", ungkap Yusuf Hadik, Ketua PKBM Geger Sunten.

Tingginya aktivitas tersebut telah membawa hikmah tersendiri bagi warga belajar dan penduduk sekitarnya karena secara perlahan ekonomi masyarakat sekitar mulai membaik dari berbagai usaha dihasilkan warga belajar yang bahu membahu menjadikan usaha tersebut terus berkembang.

Keberadaan PKBM di tengah warga kampung Cibodas yang kebanyakan buruh tani dan petani memang telah membawa berkah karena selain warga usia sekolah tidak perlu bingung untuk melanjutkan pendidikannya, di sisi lain warga berusia dewasa yang semula tidak baca dan tulis kini mulai terlatih menulis, membaca dan berhitung untuk dapat menghitung hasil usaha mereka.

"Berdirinya PKBM ini merupakan hasil urun rembug para tokoh kampung dan warga masyarakat yang merasa prihatin dengan kondisi pendidikan warga kami yang masih rendah, dan banyak anak-anak yang terancam putus sekolah karena jauhnya jarak sekolah lanjutan," kata Yusuf Hadik mengisahkan awal bediriya PKBM tersebut.

Jarak tempuh ke sekolah lanjutan yang berada di Lembang sekitar dua jam dari desa kami. Sementara rata-rata penduduk di desa kami hanyalah petani dengan penghasilan pas-pasan," kisah Yusuf saat menyampaikan awal berdirinya PKBM tersebut enam tahun lalu.

Yusuf, hanyalah petani palawija di Kampung Cibodas, namun ia ingin anak-anaknya bisa meraih pendidikan tinggi dan berhasil membuka keterisoliran desanya. "Saya seperti orang tua lainnya di desa ini, kami ingin anak-anak bersekolah tinggi dan bisa melanjutkan usaha kami dengan ilmu yang lebih baik. Karena itu, dari hasil musyawarah warga kemudian didirikan PKBM ini pada tahun 2005 diwali dengan pendidikan anak usia dini (PAUD), selanjutnya pada tahun 2006 mulai dikembangkan pendidikan kesetaraan paket A (SD),B (SMP) dan C (SMA)," kata Yusuf.

Bila kebanyakan warga belajar -sebutan bagi siswa untuk pendidikan non formal- melampaui usia sekolah karena terputus karena keterbatasan biaya atau karena harus bekerja, maka berbeda dengan warga belajar di PKBM Geger Sunten, rata-rata hampir mendekati usia sekolah masing-masing jenjang.

Sebagai contoh untuk SD rata-rata usia warga belajar antara 7-13 tahun, jenjang SMP antara 13-16 tahun dan SMA antara 16-19 tahun.

Karena itu, menurut Yusuf, meski anak-anak tidak bersekolah dengan model sekolah formal, namun saat mengikuti pelajaran, mereka menggunakan seragam sesuai dengan masing-masing jenjangnya. "Biar semangat dan ada kebanggaan saat berangkat ke PKBM. Namun demikian, para tutor tidak pernah mewajibkan menggunakan seragam".

Di PKBM, selain mendapatkan modul pembelajaran yang diberikan para tutor, anak-anak,remaja dan warga belajar dewasa juga memeroleh pendidikan ketrampilan sesuai dengan keinginannya.

Ketrampilan yang diberikan meliputi, menjahit, otomotif, tata rias/pengantin, budidaya anggrek, budidaya kaktus, budidaya stroberi, tata boga makanan tradisional, budidaya palawija, budidaya ternak kelinci dan kambing serta seni budaya sunda dan seni suara.

Kegiatan ketrampilan tersebut juga diberikan kepada orang tua baik ibu-ibu maupun bapak-bapak yang menjadi warga belajar keaksaraan fungsional. "Kalau orang tua beban teori pelajaran lebih sedikit dan lebih diperbanyak ketrampilan yang menunjang pekerjaan sehari-hari mereka, seperti budidaya palawija dan ternak, menjahit dan tata rias", ujar Yusuf.

Pendapatan
Sesuai dengan namanya Geger Sunten berarti punggung gunung, desa tempat berdirinya PKBM tersebut memang terletak diantara gunung, bukit serta lembah yang jauh dari jalan raya. Meski berada di lokasi terpencil, namun popularitas desa tersebut, utamanya PKBM Geger Sunten sudah sampai ke mancanegara.

Belasan delegasi mancanegara sejak beberapa tahun terakhir melakukan studi banding untuk mempelajari kisah sukses PKBM ini dalam membangun kemandirian warga belajar sehingga tidak hanya tuntas menyelesaikan pendidikan kesetaraan paket A, B dan C dan bebas buta aksara semata namun berhasil memberikan pendapatan bagi warga belajar dan penduduk sekitar desa.

Selain itu, lembaga nonprofit dari mancanegara seperti Australia telah mengirimkan tenaga ahli untuk memberikan pendampingan teknik budidaya palawija seprti stroberi dan sebagainya.

Ohim (53) petani palawija kini sudah berhasil melakukan diverisifikasi usaha dengan mengembangkan budidaya anggrek dan kelinci hias.

"Saya dan ibu serta anak-anak belajar di PKBM. Saya dan istri belajar menulis, membaca dan berhitung. Selain itu, juga diajarkan cara menghasilkan ternak kelinci hias yang harga jualnya baik. Kalau istri sekarang senang berlatih degung karena kalau tampil bisa mendapat uang lelah".

Ohim pun tidak perlu lelah menjual kelinci hiasnya, sebab PKBM sudah bekerja sama dengan pengusaha ternak kelinci hias yang siap menampung untuk dijual dengan harga tinggi.

Selain ketrampilan bidang pertanian, secara berkala grup musik pop Sunda, kelompok musik tradisional degung diundang mengisi berbagai acara seperti sunatan dan perkawinan yang diadakan desa-desa di sekitarnya bahkan juga menerima panggilan hingga ke luar kota.

Nunung, Ibu rumah tanga yang kini aktif menjadi salah seorang pemukul alat musik degung seni Sunda mengaku dari hasil manggung di beberapa acara bisa mendapatkan penghasilan tambahan. "Saya merasa senang karena bisa menyalurkan bakat seni saya tetapi sekaligus bisa mendapatkan tambahan uang saku", ujarnya.

Pengelola PKMB tidak hanya menyediakan grup degung seni Sunda tetapi kini melakukan diversifikasi dengan menyediakan paket perkawinan tata cara Sunda, yakni mulai dari rias pengantin, pelaminan, hiburan pop Sunda, tradisonal Sunda hingga layanan katering.

"Kami belajar secara bertahap bagaimana mengelola usaha dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak seperti UPTD Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, perguruan tinggi, LSM dan sebagainya yang datang membantu secara sukarela untuk memajukan PKBM dan warga belajar di tempat ini," ujar Enung Mulyani salah seorang tutor di PKBM tersebut.

Saat ini, anak-anak PAUD PKBM sudah ada yang menghasilkan album rekaman, demikian juga hasil kerajinan ibu-ibu di kelas Keaksaraan Fungsional, yakni dompet dan tas dari plastik pembungkus makanan hasil daur ulang sudah menerima pesanan, tambahnya.

Lima tahun lalu, Kampung Cibodas hanyalah desa terpencil yang terkurung di balik punggung gunung, namun kini berkat kemauan dan gotong royong warga dan tokoh kampung, gema keberhasilan telah bergaung hingga ke mancanegara.
(Z003/Z002/A038)

Oleh Zita Meirina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010