Jakarta (ANTARA News) - Boleh jadi sedikit orang yang menyadari betapa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah demikian dominan mempengaruhi perjalanan hidup bangsa Indonesia khususnya dalam setahun ke belakang.

Padahal, dialah primadona yang sesungguhnya. Pada akhir 2009 dan awal tahun 2010, heboh rekaman pembicaraan kasus korupsi diperdengarkan dan terus menjadi bahan pembicaraan. Aturan sadap-menyadap perangkat telekomunikasi kemudian menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung usia tarik ulurnya.

Berlanjut pada tengah tahun, peran UU Pornografi kembali mengemuka ketika terkuak rekaman skandal seks artis Ariel mantan vokalis band Peter Pan dengan Luna Maya dan Cut Tari melalui dunia maya.

TIK kembali mengambil perannya saat libur puasa dan lebaran pada lewat tengah tahun. Lonjakan lalu-lintas telekomunikasi menjadi hal yang paling diantisipasi oleh operator telekomunikasi termasuk juga pemerintah sebagai regulator.

Semua pihak dibuat seakan kembali tergagap saat fasilitas pendukung telekomunikasi mengalami gangguan akibat rentetan bencana yang terjadi.

Masyarakat kemudian sadar betapa peran telekomunikasi adalah begitu besar sehingga normalnya dianggap biasa namun ketidak-normalannya mengundang protes tajam.

Itu bukti bahwa kini masyarakat Indonesia tak lagi bisa hidup tanpa ditumpu peran TIK.

Tingkat penggunaan TIK di Indonesia telah demikian tinggi, menjadikan sektor itu primadona meski masih sedikit yang sadar.

200 Juta Telepon

Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, mengatakan, upaya meningkatkan penggunaan teknologi informasi merupakan salah satu tujuannya demi mencapai masyarakat informasi yang lebih cerdas.

"Saat ini sudah sebanyak 200 juta ponsel tersebar di seluruh pelosok nusantara, bahkan di Jakarta perbandingan antara penduduk dengan ponsel 1:8," katanya.

Fakta itu menunjukkan tingkat "usage" di sektor telekomunikasi masyarakat Indonesia kian tinggi.

Hal itulah yang menjadikan pihaknya menilai amat perlu mempertahankan keanggotaan RI dalam dewan ITU (Information Technology Union) yang merupakan badan PBB tertua itu.

"Dengan kita menjadi anggota ITU, maka Indonesia tidak akan sekadar menjadi obyek atau pasar tetapi juga player yang menentukan kebijakan sektor IT dunia," kata Plt. Dirjen Postel Kemenkominfo, M Budi Setiawan.

Saat ini pihaknya sedang terus berupaya mengembangkan infrastruktur telekomunikasi di Tanah Air diantaranya dengan membentangkan jaringan backbone Palapa Ring di kawasan Indonesia Timur yang "kick off" pada Oktober 2010.

Kini pembangunan proyek tersebut telah mencapai panjang 42.750 km. Fasilitas telepon masuk desa melalui program desa berdering sampai akhir 2010 telah mencapai 31.800 desa dan pada Juni 2011 jumlahnya ditarget sebanyak 32.800 desa.

Selain itu dibangun desa berfasilitas internet atau desa pinter sebanyak 5.784 desa.

"Ke depan kita akan mengupayakan terus peningkatan infrastruktur IT, skill, dan juga usage," kata Menkominfo, Tifatul Sembiring.

Tren 2011


Pada 2010 Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mencatat kinerja sektor ICT 2010 dalam jasa selular (meliputi layanan berbasis CDMA, GSM, 3G) jumlah pelanggannya masih mengalami kenaikan walau tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.

Data terakhir Q3 dan proyeksi hingga Q4-2010 agregat kenaikan hanya sekitar 8,7 persen.

"Memang ada yang kenaikannya mencapai 16 persen tetapi ada pula yang hanya meraih 6,7 persen. Kenaikan ini didominasi oleh masih kuatnya permintaan terhadap prepaid, untuk yang post paid relatif tidak tumbuh," kata Sekretaris Jenderal Mastel, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi.

Pihaknya juga mencatat tingkat kompetisi jasa seluler pada 2010 semakin tajam dan cenderung mematikan pesaing.

Namun di tengah persainan yang semakin tajam dan mematikan ini bisnis selular 2010 diwarnai dengan kerja sama antar operator, seperti Axis dan XL untuk roaming nasional, Mobile-8 dan Smart untuk co-branding dan rencana penggabungan Esia-Flexi.

Dari sisi teknologi, operator besar sudah ada yang mulai melakukan uji coba LTE (Long Term Evolution) namun belum jelas apakah pemerintah akan mengizinkan penyelenggaraan layanan berbasis LTE.

Sementara di bidang layanan mobile broadband access, ada 8 perusahaan yang memenangkan tender BWA 2.3 GHz namun baru satu (Pt First Media) yang sudah berhasil lulus ULO dan saat ini sedang dalam tahap free trial.

Semua pemenang tender Wimax berargumen layanan berbasis fixed 16d tidak feasible secara komersial, selain itu dalam tender disebutkan layanan nomadic, itu artinya 16e, bukan 16d yang fixed.

"Dari perbedaan sudut pandang ini hasilnya adalah kemandegan implementasi Broadband wireless access 2.3 GHz yang berpotensi negara dirugikan sekitar 4 triliun per tahun," kata Roes.

Sedangkan dari sisi bisnis konten dan aplikasi kian berkembang karena segmen itu telah masuk dalam sub-sektor industri kreatif yang pasarnya tak hanya domestik namun juga para pemain nasional.

Untuk trend 2011 Mastel memperkirakan sektor TIK tanah air akan diwarnai kebingungan pemerintah membagi sumber daya frekuensi untuk layanan berbasis teknologi baru, seperti mobile wimax dan LTE2.

"Desakan kepada pemerintah akan semakin kuat agar mengizinkan penggunaan wimax 16 e oleh pemenang tender BWA 2.3 GHz3," katanya.

Selain itu layanan selular berbasis teknologi CDMA diproyeksikan akan semakin sulit berkembang, bahkan mendekati stagnan, bila operator tak mampu meloby kebijakan untuk menahan wimax dan LTE, maupun menerbitkan layanan baru yang lebih menarik dan murah.

"Diperkirakan akan terjadi persaingan layanan mobile selular yang semakin tajam dan desakan konsolidasi antar layanan GSM/3G semakin kuat, namun saya perkirakan belum akan terwujud di 2011 karena para pemiliknya masih belum mau mengakui pasar sudah semakin sulit," katanya.

Tarik ulur rencana merger Esia-Flexi pada kuartal 1 2011, Roes perkirakan akan memasuki masa kritis.

Di samping itu, Roes menambahkan, perjalanan pembahasan UU Konvergensi Telematika belum akan selesai pada 2011.

"Teknologi selular lain selalin Wimax dan LTE belum terlihat akan diperkenalkan di 2011," demikian Roes Setiyadi.

(H016/T010/S026)

Oleh Oleh Hanni Sofia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010