Kita sadari negara-negara tetangga kita, saya tidak perlu sebutkan negaranya apa, itu tidak ingin Indonesia menjadi salah satu negara produsen baterai di duniaJakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut saat ini adalah momentum terbaik bagi Indonesia untuk membangun industri baterai kendaraan listrik terintegrasi.
Pasalnya, sekarang ini dunia tengah bersiap untuk menyambut era kendaraan ramah lingkungan dan bebas emisi. Di sisi lain, bahan baku mineral untuk baterai kendaraan listrik di dalam negeri masih melimpah dan harus bisa dimanfaatkan optimal.
"Hal ini pertama kali di Indonesia, di Asia Tenggara, dan untuk dunia, ini adalah ekosistem yang kalau kita sudah bangun semuanya, ini jadi salah satu yang juga pertama di dunia, di mana tambang, smelter, prekursor, katode, mobil, battery cell dan recycle (terintegrasi)," katanya dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Presiden "groundbreaking" pabrik baterai kendaraan listrik pertama RI
Menurut Bahlil, pengembangan industri baterai kendaraan listrik terintegrasi juga sejalan dengan tujuan Presiden Jokowi yang terus mendorong transformasi ekonomi dengan hilirisasi. Demikian pula, untuk terus menggeser kontribusi ekonomi dari konsumsi ke investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas.
"Kita harus mampu melakukan substitusi impor, kita harus mampu meningkatkan nilai tambah dan saya pikir ini momentum terbaik untuk kita melakukannya bersama-sama," katanya.
Bahlil menuturkan, Indonesia telah melewati sejumlah masa keemasan sumber daya alam namun gagal memanfaatkannya dengan baik. Kini, dengan nikel, pemerintah tak ingin kejadian serupa di masa lampau terulang.
"Karena kan kita semakin hari sudah semakin pintar. Negara harus hadir, masuk dari seluruh rantai pasok, dari tambangnya, smelternya, kemudian prekursor, katode, battery cell, sampai dengan recycle," katanya.
Menurut mantan Ketua Umum Hipmi itu, pembangunan terintegrasi dilakukan di dalam negeri agar bahan baku yang ada di Indonesia tidak ambil begitu saja tanpa memberikan nilai tambah.
"Kenapa itu kita lakukan? Karena kita sadari negara-negara tetangga kita, saya tidak perlu sebutkan negaranya apa, itu tidak ingin Indonesia menjadi salah satu negara produsen baterai di dunia. Mereka ingin bahan bakunya saja ambil dari kita, kemudian mereka mau bangun di negara mereka supaya made in negara A, made in negara B. Nah. kita membaca gelagat ini. Maka. kita kerja keras dengan investor, kemudian kita hajar bukan hulunya dulu, (tapi) hilirnya," katanya.
Baca juga: Bahlil: Pabrik baterai listrik serap 1.100 tenaga kerja langsung
Baca juga: Hyundai-LG investasikan 1,1 miliar dolar bangun pabrik sel baterai EV
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021