Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia melemah dan dolar bertahan kuat pada Senin pagi, saat beberapa pasar libur menjelang seminggu yang disemarakkan dengan tidak kurang dari selusin pertemuan bank sentral, dengan fokus terhadap Federal Reserve yang kemungkinan akan mengambil langkah menuju tapering atau pengurangan pembelian aset.

Libur di pasar Jepang, China, dan Korea Selatan membuat perdagangan yang tipis di awal pekan ini, dan politik menambah ketidakpastian ekstra dengan pemilihan umum di Kanada dan Jerman yang mengakhiri minggu ini.

Nasib raksasa properti China Evergrande dan kewajibannya senilai 300 miliar dolar AS, juga pembayaran bunga obligasi yang jatuh tempo pada Kamis (23/9/2021) mencapai tahap yang segera akan diputuskan.

Kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi China dan tindakan keras Beijing terhadap perusahaan-perusahaan teknologi terus menghantui kawasan Asia dengan saham-saham di Hong Kong yang sangat terpukul minggu lalu.

Senin pagi, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang turun lagi 0,2 persen, setelah anjlok 2,5 persen minggu lalu.

Baca juga: Saham Singapura jatuh, kasus virus dekati level tertinggi satu tahun

Nikkei Jepang ditutup dan dapat melakukan konsolidasi setelah melonjak ke tertinggi 30 tahun di tengah harapan Perdana Menteri baru akan membawa lebih banyak stimulus dan perubahan kebijakan.

Indeks berjangka Nasdaq turun 0,1 persen dan indeks berjangka S&P 500 tidak berubah, dengan Wall Street berakhir melemah pekan lalu setelah data kepercayaan konsumen AS mengecewakan.

The Fed masih diperkirakan akan meletakkan dasar untuk tapering pada pertemuan kebijakan Selasa (21/9/2021) dan Rabu (22/9/2021), meskipun konsensus memperkirakan pengumuman aktual akan ditunda hingga pertemuan November atau Desember.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun menyentuh tertinggi dua bulan dan kurva mendatar menjelang pertemuan Fed.

Baca juga: Saham Asia hentikan kerugian, perhatian pada "tapering" bank sentral

"Kurva imbal hasil yang lebih datar menunjukkan beberapa kekhawatiran The Fed mungkin berlebihan pada siklus kenaikan (suku bunga)," Tapas Strickland, direktur ekonomi di NAB memperingatkan.

Dia mencatat hanya 2-3 anggota FOMC yang perlu mengubah perkiraan "dot plot" mereka untuk kenaikan (suku bunga) pada 2022 untuk menjadikannya rata-rata, mengingat tujuh dari 18 anggota telah memperkirakan langkah tahun depan.

"The Fed juga akan memiliki titik-titik untuk 2024 yang akan memberikan indikasi kecuraman dari siklus kenaikan potensial."

Konsensus pasar adalah untuk dua kenaikan pada 2023 dan empat pada 2024 dengan suku bunga fed fund jangka panjang diperkirakan di 2,125 persen.

Bank sentral di Uni Eropa, Jepang, Inggris, Swiss, Swedia, Norwegia, Indonesia, Filipina, Taiwan, Brazil, Afrika Selatan, Turki, dan Hongaria semuanya mengadakan pertemuan minggu ini.

Bank sentral Norwegia diperkirakan menjadi yang pertama di G10 untuk menaikkan suku bunga.

Imbal hasil AS yang lebih tinggi telah dikombinasikan dengan penghindaran risiko umum telah menguntungkan dolar yang naik mendekati level tertinggi satu bulan di 93,232 terhadap sekeranjang mata uang.

Dolar berada dalam kisaran ketat terhadap yen di 109,96, sementara euro mendekati level terendah dalam tiga minggu di 1,1728 dolar sebagian karena ketidakpastian menjelang pemilihan Jerman akhir pekan ini.

Kanada pergi ke tempat pemungutan suara pada Senin dengan persaingan yang sangat ketat sehingga sulit diprediksi.

Dolar yang lebih kuat membebani emas, yang bertengger di 1.753 dolar AS per ounce setelah kehilangan 1,9 persen minggu lalu.

Harga minyak turun karena perusahaan-perusahaan energi di Teluk Meksiko AS memulai kembali produksinya setelah dua badai berturut-turut di kawasan itu menutup produksi.

Brent turun 21 sen menjadi 75,13 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS kehilangan 24 sen menjadi 71,73 dolar AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021