tingkat inflasi di Jepang masih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa
Tokyo (ANTARA) - Bank sentral Jepang (BOJ) diperkirakan akan mempertahankan kebijakan moneter stabil pada Rabu, karena pertumbuhan yang lemah dan risiko deflasi tetap menjadi perhatian utama, berbeda dengan bank-bank sentral utama lainnya yang mengincar penarikan dukungan atas krisis untuk ekonomi mereka.

Tinjauan suku bunga dilakukan menjelang pertarungan kepemimpinan partai yang berkuasa pada 29 September, yang dapat mengalihkan fokus pemerintah dari sikap saat ini berdasarkan kebijakan reflasi "Abenomics" mantan perdana menteri Shinzo Abe, kata para analis.

Sementara para kandidat sepakat tentang perlunya mempertahankan dukungan moneter besar-besaran untuk saat ini, mereka berbeda dalam jalur kebijakan jangka panjang yang lebih disukai, bidang yang mungkin akan dihadapi oleh Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda pada briefing pascapertemuannya.

Pada pertemuan dua hari yang berakhir Rabu, BOJ diperkirakan akan mempertahankan target suku bunga jangka pendek di minus 0,1 persen dan untuk imbal hasil obligasi tenor 10 tahun sekitar 0,0 persen.

Meskipun akan tetap berpegang pada pandangannya bahwa ekonomi akan pulih secara moderat, BOJ diperkirakan akan memperingatkan risiko terhadap prospek dari pandemi seperti gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh penutupan pabrik di Asia, sumber mengatakan kepada Reuters.

Bank sentral juga kemungkinan akan mengingatkan pasar tentang tekadnya untuk menjaga kebijakan moneter sangat longgar karena konsumsi yang lamban dan faktor-faktor sementara, seperti pemotongan biaya ponsel, menjaga inflasi tetap mendekati nol untuk saat ini.

“Di permukaan, tingkat inflasi di Jepang masih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa,” kata Kuroda dalam sebuah seminar daring pekan lalu. “Kami berharap tingkat inflasi akan terus naik dan pada akhirnya mencapai target 2,0 persen, meskipun tidak sebelum 2023.”

Ekonomi Jepang bangkit dari kelesuan tahun lalu berkat permintaan global yang kuat, meskipun status pembatasan darurat yang diperpanjang untuk memerangi pandemi COVID-19 telah membebani konsumsi.

Indeks harga konsumen inti turun 0,2 persen pada Juli dari tahun sebelumnya, menandai penurunan bulan ke-12 berturut-turut, karena konsumsi yang lemah membuat perusahaan-perusahaan enggan secepatnya menaikkan biaya bahan baku ke rumah tangga.

Baca juga: Saham Tokyo naik setelah survei BoJ tunjukkan sentimen bisnis membaik
Baca juga: BOJ pertahankan suku bunga ultra-rendah di tengah inflasi yang stagnan
Baca juga: Bank sentral Jepang pertahankan kebijakan moneter tidak berubah

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021