Jakarta (ANTARA News) - Gabrielle Giffords (40) adalah perempuan yang luar biasa berani dan wakil rakyat yang selalu ingin mendengarkan langsung suara rakyat. Senjata, apalagi ancaman verbal pembunuhan, tak menyurutkannya melangkah. Dia pikir itulah risiko seorang penyambung lidah rakyat.

Tapi, Minggu WIB dini hari tadi, peluru membuatnya terkapar, tepat di depan rakyat yang dia ingin dengar langsung aspirasinya.

Anggota DPR dari Partai Demokrat daerah pemilihan Arizona ini ditembak dari jarak dekat di kepalanya oleh pemuda 22 tahun bernama Jared Lee Loughner. Pemuda ini juga membunuh enam orang lainnya, termasuk seorang bocah enam tahun dan seorang jaksa. Saat itu Giffords menggelar temu informal dengan warga di pelataran Toserba Safeway, Arizona.

Giffords segera dilarikan ke University Medical Centre, Tucson. Seorang dokter bedah menyatakan kondisinya amat kritis. "Tapi, saya sangat optimistis atas (keselamatan) dirinya," katanya seperti dikutip Guardian.

Los Angeles Times melaporkan, sejam sebelum penembakan, Giffords memposting pesan di Twitter-nya, "(Kampanye saya) `1st Congress on Your Corner` mulai hari ini. Singgahlah dan beri tahu saya apa yang Anda pikirkan atau `tweet` saya nanti."

Sebelum penembakan Arizona, istri dari seorang astronot AS tersebut berulangkali diancam dibunuh, bahkan percobaan pembunuhan pernah menimpanya tahun lalu setelah dia terpilih kembali pada pemilu sela November 2010.

Kepada CNN, rekannya sesama Partai Demokrat, Jerrold Nadler, mengungkapkan bahwa Maret lalu kantor Gifford dirusak seseorang, setelah dia menyatakan mendukung RUU layanan kesehatan yang kontroversial dari Presiden Barack Obama.

Saat itu, Gifford tampil tegar di media, "Adalah penting bagi para pemimpin untuk berkata, `Camkan, kita tak bisa menoleransi (kekerasan) ini."

Setahun sebelumnya, pada satu acara persis seperti di luar Toserba Safeway itu. seorang pria digelandang polisi karena membawa pistol yang tak sengaja jatuh dari saku bajunya. Kemungkinan senjata itu dipakai untuk menembak Giffords.

Perempuan kelahiran Tucson dan berputra dua ini menjadi anggota DPR pada Januari 2007 setelah kampanyenya yang prokontrol imigrasi, riset sel induk dan proaborsi.

Giffords adalah salah seorang dari 10 kader Demokrat di Kongres yang menjadi sasaran kekerasan setelah mereka mendukung reformasi layanan kesehatan.

Dia dipilih kembali untuk masa jabatannya yang ketiga November lalu dengan selisih suara yang tipis dari calon dukungan Tea Party, Jesse Kelly.

Perempuan ini dinikahi Mark Kelly, veteran Perang Teluk yang menjadi astronot dan akan mengomandani misi terakhir pesawat ulang alik Endeavour musim panas nanti.

Di DPR, Giffords mengepalai Subkomisi Ruang Angkasa dan Aernotika, sekaligus anggota Komisi Sains, Teknologi, dan Persenjataan. Dia merupakan perempuan Yahudi pertama Arizona yang menjadi anggota Kongres dan perempuan ketiga Arizona yang terpilih lagi menjadi anggota DPR.

Terbelah

Giffords adalah bintang politik baru Partai Demokrat sejak menjadi anggota Kongres lima tahun lalu (wakil rakyat AS dipilih tiap dua tahun).

Dia adalah sedikit dari kandidat Demokrat di wilayah suara mengambang yang bisa mengungguli kandidat Republik pada pemilu sela November 2010. Kuncinya, dia mendengarkan aspirasi publik negara bagiannya yang kritis dalam soal imigrasi.

Namun, meski mendukung hak kepemilikan senjata api dan berfaham fiskal lebih konservatif dari kebanyakan Demokrat, dia tetap dibenci kaum konservatif, terutama karena dukungannya terhadap reformasi layanan kesehatan oleh Obama.

Musuh-musuh terus mengincarnya, bahkan dengan ancaman menggunakan cara-cara ilegal seperti kekerasan. Mantan capres 2008 Sarah Palin bahkan membidiknya lewat simbol "papan target tembak" di situsnya. Palin memanasi pendukungnya untuk "mengokang" untuk "membidik" Giffords serta kolega-kolega Demokratnya.

"Saat seseorang melakukan itu, maka dia harus menyadari akibat yang timbul dari tindakannya," kata Giffords. Palin lalu menghapus "papan target" itu dari lamannya dan meminta maaf lewat Facebook-nya.

Belakangan ini, kekerasan politik di AS marak terjadi dan ini adalah buah dari retorika-retorika politik yang keras dari para politisi, khususnya kaum konservatif. Rakyat menjadi terpicu berbuat ekstrem.

Saking kerasnya, para komentator sayap kanan AS terus menggambarkan Obama dan para pemimpin Demokrat sebagai kaum sosialis, bahkan Marxis, karena mempromosikan perubahan fundamental dalam cara hidup Amerika.

Sekelompok kaum konservatif malah menyarankan cara-cara ilegal untuk mempertahankan negara dari apa yang mereka sebut ancaman nyata. Menurut Southern Poverty Law Centre, ekstremisme politik meningkat drastis dengan berkecambahnya grup milisi ekstrem kanan dari hanya 602 pada 2000, menjadi 926 pada 2009.

Arizona juga mendidih, terutama setelah kubu konservatif mengusulkan RUU antiimigrasi yang keras musim panas nanti. Gubernur Arizona Jan Brewer yang notabene dari Republik telah menandatangani RUU ini.

"UU yang dikenal dengan SB 1070 ini mendidihkan perceraian politik yang tak pernah saya lihat sebelumnya di Arizona," kata Bruce Merrill, analis dari Universitas Negeri Arizona.

Arizona terbelah antara yang mendukung RUU ini, dan yang menentangnya, terutama warga Hispanik yang memandang UU itu bakal mencipta diskriminasi.

"Saya merasakan ada kemarahan, sebagian karena SB 1070, sebagian karena reformasi layanan kesehatan," kata Molly McKasson Morgan (63) aktivis politik Tucson yang mengaku akrab dengan Giffords.

Ketika anggota Kongres Raul Grijalva, Demokrat dari Arizona, menutup kantornya di Yuma setelah kaca kantornya pecah oleh selongsong peluru, Giffords bertahan. Dia menawarkan pendekatan lebih lembut dalam soal imigran gelap.

Namun, publik telanjur dipanas-panasi retorika keras, apalagi Arizona adalah negara bagian di mana warga bebas memiliki senjata api."Kombinasi kemarahan dan senjata di Arizona ini hampir menjadi undangan untuk kekerasan," kata Alfredo Gutierrez, mantan anggota DPR.

Sejumlah kalangan menyebut penembakan Arizona adalah buah dari krisis etis pada kaum politisi. "Mungkin ini akibat rendahnya budaya politik Amerika saat ini," tulis kolumnis Stephen Stromberg, dalam editorial Washington Post (8/1).

Yang pasti, meminjam judul Daily Telegraph hari ini, penembakan Giffords telah menyingkap Amerika Serikat yang terbelah. (T.MJS/P003)

jafarsidik@antaranews.com

Oleh Jafar M. Sidik
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011