Pengembangan desa wisata di Indonesia dilakukan untuk menciptakan destinasi yang berkualitas, "resilient" dan berkelanjutan. Desa wisata adalah kawasan dengan potensi dan keunikan daya tarik wisata khas, yakni merasakan pengalaman keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya.

Sebuah kawasan bisa jadi desa wisata bila punya daya tarik wisata, entah itu alam, budaya atau buatan, punya komunitas masyarakat, punya potensi sumber daya manusia lokal yang bisa terlibat dalam aktivitas pengembangan desa wisata, punya kelembagaan pengelolaan, punya dukungan dan peluang ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata serta punya peluang pengembangan pasar wisatawan.

Lewat pengembangan platform Jadesta (Jejaring Desa Wisata), masing-masing desa wisata bisa memasukkan data mereka sendiri yang kemudian diverifikasi oleh dinas pariwisata dan Kemenparekraf. Lewat platform ini, tantangan untuk mengumpulkan data valid mengenai jumlah, lokasi dan pengelola desa wisata dalam waktu singkat dapat diatasi.

"Kita bisa kumpulkan data 1.840 desa wisata dalam waktu dua bulan," kata dia.

Baca juga: Menteri Sandiaga Uno kunjungi Kampung Yoboi yang masuk daftar ADWI

Fitur analisis mandiri desa wisata di platform tersebut menampilkan empat klasifikasi, yakni desa wisata rintisan yang berjumlah 732 desa, desa wisata berkembang sebanyak 960 desa, desa wisata maju sebanyak 152 desa dan dua desa wisata mandiri.

Dalam webinar tersebut, perwakilan-perwakilan dari desa wisata berbagi strategi untuk mewujudkan desa wisata berkelanjutan.

I Nengah Moneng dari desa wisata Panglipuran, Bali, menuturkan desa tersebut punya aturan untuk menjaga lingkungan, salah satunya berkomitmen agar hutan bambu di sana tidak boleh beralih fungsi dan lahan pun tidak boleh dijual ke pihak luar.

"Selama COVID-19 kami tetap melaksanakan komitmen, menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga budaya," katanya.

Sementara Titin Riyadiningsih, manajer desa wisata Sumberbulu di Karanganyar, Jawa Tengah menuturkan desa itu menawarkan wisata alam, budaya hingga eduwisata dalam paket menarik.

"Kami punya sumber daya manusia dan kearifan lokal yang dikemas menjadi atraksi wisata," katanya.

Edukasi biogas, pembuatan jamu tradisional, kelas memasak, "homestay" hingga tempat berkemah yang menarik jadi daya tarik desa Sumberbulu.

"Saat pandemi, kami mengembangkan sumber daya manusia karena desa wisata berkembang dari SDM. Kami mengadakan pelatihan-pelatihan dan kerjasama dengan universitas secara virtual," ujar dia.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Usman, menegaskan prinsip utama dari pariwisata berkelanjutan adalah memahami bahwa manusia jadi potensi utama.

"Yang penting dan utama adalah manusia karena mereka menggali potensi dan mengembangkannya," katanya.

Lewat pariwisata berkelanjutan, harus dipastikan bahwa dari segi ekonomi masyarakat juga mendapatkan manfaat serta nilai tambah, lingkungan terjaga dan budaya pun tetap lestari.

Baca juga: Menparekraf terkesan keindahan alam dan budaya Ranupani Lumajang

Baca juga: DPR: Kebijakan lokal harus hadir dalam regulasi sektor pariwisata

Baca juga: Kampung Blekok Situbondo masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata 2021

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021