Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memaparkan delapan kebijakan untuk memperbaiki kinerja perpajakan pada 2011 yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan serta meneruskan program reformasi birokrasi pada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai.

"Ini merupakan bentuk untuk memperbaiki dan meneruskan program reformasi serta menghentikan bentuk kejahatan dan penyimpangan sehingga dapat meningkatkan kinerja dan capaian," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pemaparan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa.

Kebijakan tersebut antara lain, pemisahan fungsi pembuatan kebijakan dari Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dimana pembuatan kebijakan aturan pajak akan diambil oleh BKF dan pelaksanaan administrasi dan pengumpulan pajak tetap dilakukan oleh Ditjen Pajak.

"Ini sudah diselesaikan memisahkan kebijakan-kebijakan aturan pajak itu kita tegaskan inisiatif diambil BKF, dipisahkan dari Ditjen Pajak, yang melakukan adiministrasi dan pengumpulan pajak," ujar Menkeu.

Kemudian, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan pasal 36A KUP yaitu penegakan sanksi bagi petugas pajak yang melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan tugasnya.

"Kita sudah terbitkan PMKnya. Seluruh pegawai Ditjen Pajak pada khususnya diyakini akan semakin menjalankan tugas taat asas peraturan karena akan diancam pasal 36A KUP," ujarnya.

Menkeu menjelaskan Ditjen Pajak juga telah melakukan kesepahaman dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) agar pemeriksaan pajak dapat berlangsung lebih efektif.

"Di pajak pekerjaan yang besar sekali adalah pemeriksaan pajak, itu menyita waktu. Cara membuat pemeriksaan efektif yaitu melalui kerja sama IAPI, melalui Kantor Akuntan Publik yang sudah memenuhi kriteria bisa melakukan penerimaan pajak, sehingga sudah memenuhi standar yang disepakati, opini sudah wajar tanpa pengecualian, dan tidak usah diperiksa lagi oleh Ditjen Pajak," ujarnya.

Kemudian, kebijakan PPN kesetaraan perlakuan film impor dan nasional yang perlu diselaraskan dan diperbaiki serta penerbitan PP 93/2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional atau kegiatan litbang, fasilitas pendidikan, sumbangan olahraga, dan infrastruktur sosial yang bisa dipakai pengurangan pajak.

"Ini merupakan langkah khusus bagi perusahaan yang ingin melakukan tanggung jawab sosial perusahaannya pada bidang pendidikan, olahraga, sehingga bisa memperoleh fasilitas fiskal," ujar Menkeu.

Menkeu juga memaparkan mengenai penerbitan PP 94/2010 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan mengenai pembebasan PPh.

"Ini merupakan tax holiday, dan Menkeu memberikan fasilitas tax holiday untuk para investor yang memenuhi kriteria khusus," ujarnya.

Menurut Menkeu, para investor yang dapat diberikan tax holiday adalah industri pionir yang memberikan lapangan kerja tinggi, memperkenalkan teknologi baru, masuk di daerah-daerah terpencil dan terbelakang, serta industri yang memberikan nilai tambah.

"Industri yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Misalnya industri agrikulture, yang mempunyai nilai tambah memproses kelapa sawit, karet, kakao dan kalau bisa hiliriasi serius, industri baru, tentu kita akan coba. Di kemenkeu sangat berhati-hati memberikan fasilitas ini, meyakinkan investornya memiliki komitmen dan kapasitas investasi," ujarnya.

Pemerintah juga melakukan penyederhanaan prosedur pembebasan Pph 22 impor atas impor barang sehingga importir tidak perlu pulang pergi menyelesaikan kegiatan impor.

Terakhir, pemerintah melakukan perlakuan perpajakan untuk penyederhanaan birokrasi dalam penyaluran bantuan hibah sumbangan dengan pelimpahan wewenang kepada Ditjen Bea dan Cukai.

"Sehingga ketika ada bantuan kepada Indonesia dan ditujukan kepada daerah bencana bisa disetujui perlakuan perpajakannya dengan cepat," ujar Menkeu.(*)

(T.S034/S006/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011