Selama rakyat melalui koperasi mampu mengelola, negara harus menjamin. Bahkan, negara harus membantu akses permodalan dan teknologi atau meminta BUMN sebagai 'bapak angkat'. Inilah yang disebut dengan Ekonomi Gotong Royong atau Ekonomi Pancasila.
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menekankan pentingnya penerapan konsep ekonomi gotong royong dengan menyelaraskan tiga ruang penunjang ekonomi Indonesia yakni koperasi, BUMN, dan swasta.

"Selama rakyat melalui koperasi mampu mengelola, negara harus menjamin. Bahkan, negara harus membantu akses permodalan dan teknologi atau meminta BUMN sebagai 'bapak angkat'. Inilah yang disebut dengan Ekonomi Gotong Royong atau Ekonomi Pancasila," kata LaNyalla saat berbicara secara virtual pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XIV Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa.

Menurut LaNyalla, ekonomi Indonesia layaknya kapal yang memiliki tiga palka.

Baca juga: Ekonomi Pancasila topang perekonomian nasional

Menurut Senator asal Jawa Timur itu, tiga palka yang dimiliki untuk menunjang ekonomi Indonesia adalah koperasi, BUMN, dan swasta.

"Dengan tiga palka itu, seandainya ada satu palka yang bocor maka kapal tidak akan sampai tenggelam. Artinya, ketiganya harus dipisahkan dengan jelas antara koperasi atau usaha rakyat, BUMN, dan swasta, namun tetap berada di dalam struktur bangunan ekonomi Indonesia," katanya.

Dengan begitu, problematika yang dihadapi di salah satu palka tidak akan merembet pada hal lainnya.

"Misalnya palka BUMN bocor, masih ada swasta dan koperasi. Kebocoran itu hanya berputar-putar di BUMN saja alias tidak berdampak kepada swasta dan koperasi. Andaikan palka BUMN dan swasta bocor, masih ada koperasi yang tetap solid menjaga kapal tetap stabil," kata LaNyalla.

Baca juga: Erick Thohir: Holding UMi jadi tonggak sejarah ekonomi kerakyatan

Demikian pula bagi rakyat yang tidak punya akses modal dan teknologi, negara wajib hadir memberikan ruang koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat.

"Mereka diberi hak mengorganisir dirinya sendiri untuk mendapatkan keadilan ekonomi. Negara menjaga dengan pasti agar BUMN dan swasta yang punya modal dan teknologi tidak masuk ke ruang itu," tegas LaNyalla.

Sebagai contoh, jika ada wilayah tambang yang bisa dikerjakan rakyat secara terorganisir melalui koperasi, maka BUMN dan swasta tidak boleh masuk. Begitu pula dengan sektor-sektor yang lain, apakah itu pertanian atau perikanan dan perkebunan.
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XIV Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa. (ANTARA FOTO)


Selanjutnya, BUMN hanya masuk ke sektor usaha yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak seperti listrik, pelabuhan, transportasi, telekomunikasi, air bersih dan lainnya. BUMN harus bertugas di sektor yang membutuhkan Hi-Teknologi, sekaligus berisiko tinggi.

"BUMN boleh saja bermitra dengan swasta atau asing, tetapi kendali utama tetap berada di BUMN, sebab sektor-sektor itu tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar melalui swasta, apalagi asing," katanya.

Dikatakan LaNyalla, begitulah pemikiran luhur para pendiri bangsa kita dalam merancang Indonesia masa depan, dengan tujuan agar Indonesia sampai pada tujuan hakiki lahirnya bangsa ini, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, lanjut LaNyalla, DPD RI berpendapat bahwa wacana amendemen perubahan UUD RI ke-5 yang kini tengah bergulir harus menjadi momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa ini.

"Kita harus berani melakukan koreksi atas sistem tata negara Indonesia, sermasuk sistem ekonomi negara. DPD RI akan sekuat tenaga memperjuangkan hal itu," tukasnya

LaNyalla mengaku sering datang ke kampus-kampus untuk menggugah kesadaran publik dan memantik pemikiran kaum terdidik dan para cendekiawan agar terbangun dalam suasana kebatinan yang sama, yaitu untuk memikirkan bagaimana Indonesia ke depan lebih baik.

"Bagaimana Indonesia bisa menjadi negara seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, bukan negara dengan mazhab kapitalisme liberal," kata dia.


 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021