Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono mengingatkan perlunya bantuan kacamata dengan harga terjangkau bagi masyarakat terutama bagi pelajar di daerah terpencil yang mengalami gangguan penglihatan.

"Saya hanya ingin menitipkan satu hal, yakni kacamata bagi anak-anak pelajar di daerah terpencil yang mengalami gangguan penglihatan," katanya, pada pencanangan Gerakan Penanggulangan Buta Katarak Nasional di Jakarta, Sabtu.

Boediono memaparkan, pada era revolusi industri di Eropa, kacamata telah membantu para masyarakat usai produktif 20-30 tahun yang mengalami gangguan penglihatan. Karena gangguan penglihatan, mereka tidak dapat produktif. Dengan kacamata mereka dapat melakukan aktivitasnya secara produktif.

"Bagi anak-anak dan pelajar di daerah terpencil, Papua dan daerah lainnya, mereka tidak bodoh hanya karena kurang penglihatan mereka tidak maksimal dan produktif. Karena itu, perlu diadakan bantuan kacamata dengan harga terjangkau," kata Wapres menambahkan.

Ketua Umum Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami) Nila F Moeleok mengatakan, masalah kebutaan di Indonesia tetap menjadi problem sosial. Hasil survei Kementerian Kesehatan RI pada 1996 tecatat angka kebutaan sebesar 1,5 persen atau lebih dari dua juta orang Indonesia mengalami kebutaan.

Angka tersebut tertinggi di Asia dibandingkan dengan Bangladesh (satu persen) India (0,7 persen) dan Thailand 0,3 persen.

Penyebab kebutaan utama di Indonesia adalah katarak (0,78 persen) disusul glaukoma (0,12 persen), kelainan refraksi (0,14 persen) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut yang pada 2000 diperkirakan mencapai 15,3 juta atau 7,4 persen dari total penduduk.

"Jumlah itu terus mengalami peningkatan. Semisal pada 2005, penduduk berusia lanjut di Indonesia terus meningkat dibanding 1990. Selain itu, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak lebih cepat 15 tahun dibandingkan penderita di daerah tropis," kata Nila.

Ia menambahkan, sekitar 16 sampai 22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia dibawah 56 tahun, bahkan ada laporan menyebutkan 20 hingga 24 persen buta katarak diderita kelompok usia produktif dengan kisaran usia 40 hingga 54 tahun.

Terkait katarak, Nila mengatakan, kasusnya di Indonesia mencapai 0,1 persen dimana setiap tahun muncul kasus baru sebanyak 210 ribu orang. "Tetapi yang baru bisa direhabilitasi baru 120 ribu orang per tahun, sehingga mengakibatkan penumpukan penderita katarak yang cukup tinggi," katanya.

Kondisi itu antara lain disebabkan rendahnya cakupan bedah katarak di Indonesia karena belum banyak masyarakat mengetahui bahwa katarak dan buta katarak dapat disembuhkan melalui operasi, ujar Nila.

Pencanangan Gerakan Penanggulangan Buta Katarak Nasional itu juga disertai peluncuran iklan layanan masyarakat versi katarak, yang akan disiarkan melalui seluruh jaringan televisi nasional.(*)

(T.R018/B013/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011