Jakarta (ANTARA) - Pada akhir Agustus pemerintah telah mengizinkan pelaksanaan PTM untuk wilayah yang masuk dalam zona Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 sampai 3.
​​​​​
Namun kebijakan ini tentu menimbulkan perdebatan dan kekhawatiran di kalangan orang tua. Sebagian merasa senang dapat melihat anak kembali berinteraksi secara langsung dengan guru dan teman-temannya.

Namun tidak sedikit yang khawatir untuk melepas anak kembali belajar di sekolah, terutama para orang tua yang anaknya berusia di bawah 12 tahun dan belum mendapatkan vaksin COVID-19.

Dokter Spesialis Anak dr. Natasya Ayu Andamari, SpA memberikan sejumlah kiat tindakan pencegahan yang bisa dilakukan orang tua sebelum melepas anak untuk melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah.

Berikut berapa tindakan preventif yang dapat dilakukan orang tua sebelum melepas anak untuk sekolah tatap muka.

1. Mengevaluasi kembali aturan yang ditetapkan sekolah

Orang tua perlu meninjau aturan yang ditetapkan pihak sekolah sebelum memutuskan dan mengizinkan anak untuk kembali ke sekolah.

“Peraturan yang cukup aman, antara lain paling tidak semua staf di sekolah sudah vaksinasi COVID-19, kemudian penerapan protokol kesehatan, peraturan keluar-masuk anak di sekolah, peraturan jam istirahat, sistem pengajaran, jumlah murid di kelas, dan seterusnya. Hal-hal seperti itu perlu dipertimbangkan orang tua,” kata Natasya saat media gathering virtual “Siap Sekolah Saat Pandemi” yang diselenggarakan Mama’s Choice pada Selasa.

Ia mengatakan jika orang tua telah merasa yakin terhadap tingkat keamanan protokol kesehatan di sekolah, maka dipersilakan untuk mengizinkan anak ke sekolah.

Baca juga: Dindik DKI sebut 1.509 sekolah siap gelar pembelajaran tatap muka

2. Melengkapi imunisasi

Pada saat ini, vaksin COVID-19 baru tersedia untuk kelompok usia lebih dari 12 tahun sementara kelompok usia 6 sampai 11 tahun belum tersedia. Meski demikian, Nastasya mengingatkan orang tua tetap perlu memastikan kelengkapan imunisasi-imunisasi lainnya.

“Terkadang ibu kerap lupa, kelompok usia 5 sampai 7 tahun itu ada beberapa imunisasi booster yang harus dilakukan lagi. Kadang ibu merasa saat anak berusia 2 tahun, imunisasinya sudah selesai, padahal ternyata ada lagi yang mesti dilakukan. Nah, itu coba dicek lagi dan dilengkapi,” ujar dokter spesialis anak yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Bunda Jakarta itu.

3. Memantau positivity rate atau angka kejadian COVID-19

“Terkait hal ini, orangtua juga perlu melihat tingkat positivity rate. Kalau sewaktu-waktu kasusnya naik lagi mungkin kita bisa tahan dulu anak supaya tidak ke sekolah atau izin dulu dari sekolahnya,” tutur Natasya.

4. Menyekolahkan anak tanpa kormobid

Nastasya mengatakan anak-anak yang memiliki penyakit penyerta atau kormobid sangat rentan untuk terkena penyakit. Ia menyarankan jika suatu hari anak yang memiliki kormobid tiba-tiba sakit dan mengalami batuk atau pilek, sebaiknya tidak diperbolehkan pergi ke sekolah.

“Saran saya sebaiknya tidak disekolahkan dulu sampai nanti vaksin COVID-19 untuk anak keluar. Lagi pula, sekarang vaksin untuk kelompok usia 6 sampai 11 tahun masih dalam tahap penelitian, mudah-mudahan nanti segera tersedia,” kata Natasya.

5. Tetap membatasi circle pertemuan

Natasya mengatakan orang tua perlu mengusahakan untuk membatasi lingkar (circle) pertemuan ketika telah memutuskan dan mengizinkan anak sekolah tatap muka. Menurutnya, kebijakan pembatasan tersebut membutuhkan kebijaksanaan dari semua orang tua.

“Mungkin kita sudah menjaga diri dan briefing anak jauh-jauh hari, tapi kan anak orang lain kita belum tahu kondisinya seperti apa. Kemudian jangan sampai, misalnya, anak sekolah hari Senin ternyata pada hari Minggu mereka jalan-jalan dan bertemu orang banyak. Itu bisa membahayakan anak-anak lain pada saat di sekolah,” pungkasnya.

Baca juga: Kiat bagi orang tua sebelum melepas anak sekolah tatap muka

Baca juga: Tips aman saat anak kembali belajar tatap muka di sekolah

Baca juga: Ancaman COVID-19 tak surutkan mereka kembali ke sekolah

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021