Jakarta (ANTARA) - Raspin masih membungkukkan badan di tengah hamparan sawah yang luas. Dia masih bertahan walau sang surya telah memancarkan panas dari angkasa.

Topi kulit berwarna coklat nan usang pun diandalkan Raspin untuk menutupi kepala agar tak "dijilati' panasnya matahari.

Melihat ke bawah, alas kaki pun tak digunakannya kala menapaki tanah berair tempat gabah tertancap. Mungkin beling dan kayu yang tajam sudah bukan tandingan bagi kulit kakinya yang kapalan itu.

Sambil membungkuk, tangan kanannya lincah memainkan sabit rumput kala menebas segenggam demi segenggam gabah.

Sesekali, dia berdiri tegak sambil bertolak pinggang. Mungkin peregangan sejenak dibutuhkan Raspin sebelum kembali berjibaku dengan gabah yang menguning.

Mungkin ini lah kegiatan yang dilakukan Raspin selama 25 tahun terakhir. Dari tangan keriputnya lah warga bisa menikmati beras kualitas terbaik.

Sudah hampir seperempat abad dia mencari rezeki di atas tanah berukuran dua hektare milik swasta ini.

Setiap tahun, Raspin dapat menikmati jerih payahnya kala sawah panen besar sebanyak tiga kali dalam setahun. Setiap panennya sawah tersebut bisa memproduksi 10 hingga 12 ton gabah.

Dari sana dia mendapatkan penghasilan. Entah hasil tanaman dijual ataupun konsumsi sendiri.

"Bisa balik modal saja bagus. Modalnya saja 15 juta," kata dia saat ditanya Antara kala ditemui di tengah sawah kawasan Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu.

Namun cerita manis tak selalu dialami Raspin. Terkadang hasil tani bisa menurun drastis kala hujan deras yang berujung banjir.

Karena luapan air itu, sebagian besar gabah pun tidak layak untuk diproduksi. Alhasil, hanya merugi dan merugi yang ada di depan mata Raspin.

"Wah kalau banjir mah segini nih, segini. Kelelep semua," ucap Raspin kala menunjuk dadanya dengan tangan kanan saat memberi tahu tinggi banjir yang pernah dialaminya.

Maka dari itu, setiap awal tahun Raspin selalu dirundung rasa cemas. Di matanya, hujan besar awal tahun bukan lagi lambang pembawa berkat melainkan pintu utama menuju kerugian.

Selain itu, hama seperti tikus dan burung selalu menjadi musuh bebuyutan Raspin. Setiap hari, Raspin harus "kucing-kucingan" dengan binatang tersebut demi menjaga gabahnya.

Jika lengah sedikit, produksi gabahnya bisa saja berkurang karena habis disantap hama tersebut.

Kini Raspin sepertinya bisa tersenyum lega. Di akhir masa panen ini, pihaknya bisa menuai gabah seberat 12 ton.

Gabah ini yang nantinya akan diberikan sebagian kepada pemilik tanah dan sisanya diberikan kepada 20 petani yang bekerja di sana, termasuk Raspin.
 
Sejumlah pekerja memisahkan padi dari barangnya di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (20/2). Buruh giling tersebut diberi upah padi oleh pemilik sawah sesuai dengan banyaknya padi yang digiling. (FOTO ANTARA/Zabur Karuru)

Hasilkan Beras Premium
Kepala Seksi Ketahanan Pangan dan Pertanian Suku Dinas (Sudin) Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan (KPKP) Jakarta Barat Sri Riana Hanim mengatakan saat ini sawah di kawasan Joglo, Kembangan, mampu menghasilkan 12 ton gabah.

Proses panen ini sudah berjalan sejak Senin lalu. "Dari hasil panen gabah kering itu sebesar 12 ton yang ditanam dua jenis padi Ciherang dan inpari 30," kata Hanim saat ditemui di lokasi sawah.

Ke-12 ton gabah itu merupakan hasil campur tangan para petani dan pembinaan yang dilakukan Sudin KPKP.

Pembinaan yang dilakukan di antaranya memberikan penyuluhan tentang cara menghindari hama hingga memberikan pupuk dan bibit yang berkualitas.

Karena pembinaan yang dilakukan secara intens itulah, Hanim memastikan beras yang diproduksi berkualitas premium.

"Dari mulai penanaman kita melakukan pendampingan agar kualitas beras premium," ungkap Hanim.

Selain itu, perhatian Sudin KPKP tidak berhenti pada proses penanaman saja. Hanim juga dengan intens mengingatkan para petani untuk menerapkan protokol kesehatan selama bekerja.

Seluruh petani pun diwajibkan mengikuti vaksin. Hanim memastikan akan memantau terus kesehatan para petani agar terhindar dari paparan COVID-19.

Kelola 45 hektare
Kepala Sudin KPKP Jakarta Barat Iwan Indriyanto mengatakan wilayahnya tengah mengelola sawah yang terletak di dua kecamatan.

Dua kecamatan itu, yakni Kembangan dan Kalideres dengan total luas sawah sebesar 45 hektare. Tercatat sawah terluas berada di kawasan Kalideres dengan 43 hektare.

Dengan rutin, Sudin KPKP memantau para petani dari mulai proses penanaman, penyuluhan hingga tani hingga memberikan pupuk dan bibit.

Dengan penyuluhan tersebut, Iwan mengatakan hasil gabah yang diproduksi pun berkualitas tinggi dan berjumlah yang banyak.

"Sekali panen itu lima sampai enam ton rata-rata per hektare," ujar Iwan.

Hasil panen tersebut langsung dibeli dalam jumlah besar oleh para pengusaha beras untuk selanjutnya dijual lagi ke pasaran.

Iwan memastikan program penyuluhan ini akan selalu bergulir demi membantu para petani mendapatkan beras dengan kualitas terbaik.

Dengan upaya ini, dia berharap 45 hektare sawah di Jakarta Barat bisa dimaksimalkan dengan baik demi ketahanan pangan di wilayahnya.

Sudin KPKP Jakarta Barat juga bekerja sama dengan Badan Pusat Stattistik (BPS) DKI untuk menghitung perkiraan produksi panen gabah di lahan sawah.

Petugas Sudin KPKP Jakarta Barat dan BPS DKI menerapkan teknik pengubinan berdasarkan titik yang ditandai per petak lahan sawah untuk memperkirakan jumlah produksi panen gabah.

 

Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021