Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang juga tergerus 1,07 persen
Tokyo (ANTARA) - Pasar saham Asia mengikuti Wall Street turun tajam pada perdagangan Jumat pagi, karena sentimen risiko memburuk di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa inflasi dapat bertahan bahkan setelah pertumbuhan global telah mencapai puncaknya.

Indeks acuan Nikkei Jepang jatuh 1,86 persen, sedangkan indeks Topix yang lebih luas merosot 1,95 persen. Saham Australia anjlok 2,05 persen dan KOSPI Korea Selatan kehilangan 1,51 persen.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang juga tergerus 1,07 persen. Sementara itu, pasar China tutup selama seminggu mulai Jumat untuk liburan Golden Week.

“Anda dapat berdebat apakah itu benar-benar stagflasi atau tidak, tetapi seluruh latar belakang pertumbuhan inflasi tampaknya baru saja cenderung ke yang kurang menguntungkan,” kata Rob Carnell, kepala penelitian Asia-Pasifik di ING di Singapura, dikutip dari Reuters.

"Apakah ini benar-benar akan tertanam atau tidak dan menciptakan masalah untuk tahun-tahun mendatang, kita tidak perlu tahu sekarang - cukup menakutkan bahwa apa yang kita lihat di pasar dibenarkan."

Indeks berjangka saham AS menunjukkan penurunan 0,51 persen untuk S&P 500, menyusul penurunan 1,19 persen dalam indeks semalam.

Indeks berjangka Nasdaq juga mengisyaratkan penurunan 0,49 persen, menambah kerugian 0,43 persen pada Kamis (30/9/2021).

Obligasi pemerintah 10-tahun yang jadi acuan terus reli di perdagangan Tokyo, dengan imbal hasil meluncur ke level terendah sejak 28 September di 1,48 persen.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam rival utamanya, turun dari tertinggi satu tahun pada Kamis (30/9/2021) di 94,504, terakhir berpindah tangan di 94,326.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan pada Rabu (29/9/2021) bahwa menyelesaikan "ketegangan" antara inflasi yang tinggi dan pengangguran yang tinggi adalah masalah Fed yang paling mendesak, mengakui potensi konflik antara dua target bank sentral AS yaitu harga stabil dan lapangan kerja penuh.

China telah menunjukkan kekhawatiran khusus bagi investor, yang terkena pembatasan peraturan di sektor teknologi dan properti, dan sekarang bergulat dengan kekurangan listrik yang mengancam untuk mendorong harga energi secara global.

Harga minyak mentah terus melemah pada Jumat setelah Brent mencapai 80 dolar AS per barel di awal pekan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Minyak mentah berjangka Brent sebagian besar datar dibandingkan dengan Kamis (30/9/2021) di 78,32 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka AS juga sedikit berubah pada 75,07 dolar AS per barel.

Emas, lindung nilai inflasi dan tempat berlindung yang aman, naik tipis 0,1 persen menjadi 1.755,35 dolar AS per ounce, menyusul lonjakan 1,77 persen pada Kamis (30/9/2021), terbesar sejak Maret.

Baca juga: Saham Australia dibuka turun tajam, terseret penambang dan keuangan
Baca juga: Saham Inggris berakhir negatif, indeks FTSE 100 menyusut 0,31 persen
Baca juga: Wall St merosot, S&P 500 catat bulan dan kuartal terburuk sejak COVID

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021