Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ade Komarudin menyatakan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) dalam perjalanannya seringkali dijadikan alat politisasi hukum.

"Keberadaan satgas sering menerabas prinsip-prinsip penegakan hukum seperti asas praduga tak bersalah. Bahkan seringkali dijadikan alat politisasi hukum untuk menyingkirkan lawan-lawan politik, sehingga lebih kental sebagai alat kekuasaan," kata Ade di Depok, Jawa Barat, Minggu.

Ia berbicara dalam acara Opening Ceremony dan Studium General Toward Inspiring Leadership, Kepemimpinan sebagai Akar Perubahan dalam Pusaran Gerakan Sosial yang diselenggarakan PB HMI di Graha Insan Cipta.

Menurut Ade Komarudin, Presiden SBY sebaiknya mengevaluasi kenggotaan satgas dan jika perlu digantikan oleh para ahli hukum pidana yang mumpuni dan benar-benar menguasai persoalan hukum, tanpa memiliki interest pribadi maupun kelompok.

"Idealnya keberadaan satgas harus benar-benar independen dan bebas kepentingan politik siapapun. Belajar dari kasus Gayus, publik sudah bisa memahami satgas hanya dijadikan kepentingan politik untuk kepentingan pihak tertentu," katanya.

Menurut Ade sejak awal pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) semua pihak memberikan dukungan dan mengapresiasi, meski dalam realitasnya cenderung bersikap `powerfull` dibanding dengan institusi penegak hukum lainnya.



Politik Pencitraan

Di hadapan peserta Studium General Toward Inspiring Leadership, Ade Komarudin menjelaskan, ke depan politik pencitraan sudah tidak lagi dipercaya masyarakat karena pencitraan itu penuh rekayasa seperti acara talkshow TV.

"Karena itu, tantangan menjadi pemimpin sekarang ini sangat berat, diperlukan persyaratan dan kriteria yang memadai. Paling tidak, syarat yang harus dimiliki karena efektivitas kepemimpinannya yang tidak terletak pada kemampuan melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, tapi juga dituntut mampu berpikir secara integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah," ujarnya.

Ade menjelaskan, kepemimpinan memang harus dikembangkan, bukan sekedar ditemukan. Bahkann setiap pemimpin harus menyadari bahwa dirinya adalah mesin penggerak utama denyut jantung organisasi, untuk memfasilitasi seluruh anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawab untuk mengembangkan organisasi sesuai aturan main.

Seorang pemimpin, lanjutnya, tidak lagi sekedar sosok yang hanya bisa memberi perintah. Pemimpin ideal masa kini adalah mereka yang tampil sebagai figur pemberi teladan, panutan dan pemberi arah, sebagai fasilitator atau mitra kerja, sebagai penanggung risiko yang mempunyai visi untuk mendorong orang-orang yang dipimpinnya.

"Orang yang terlahir sebagai pemimpin sejati akan selalu menonjol, tetapi untuk tetap berada di posisi puncak karakteristik kepemimpinan alamiah harus dikembangkan," katanya. (J004/D009/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011