Kupang (ANTARA News) - Pakar ilmu komunikasi antarbudaya dari Universitas Nusa Cendana Kupang Prof Dr Alo Liliweri MS menilai bahwa media massa terlalu membesar-besarkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal Yogyakarta dan gaji presiden.

"Apa yang dikatakan Presiden SBY itu sebenarnya biasa-biasa saja dari sisi ilmu komunikasi, namun karena dibesar-besarkan oleh media maka menjadi hal yang luar biasa," kata Liliweri pada acara bedah buku hasil karyanya yang ke-18 berjudul "Strategi Komunikasi Masyarakat" di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan seputar pemberitaan di media massa, terutama tentang pernyataan Presiden SBY soal status Daerah Istimewa Yogyakarta dan keluhan Presiden SBY soal gajinya yang sudah tujuh tahun tidak pernah naik.

Menurut Liliweri, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara tentang Yogyakarta dan gaji TNI, sesungguhnya bermaksud baik.

"Secara demokratis tidak mungkin di negara yang demokratis itu ada pemerintahan yang bersifat monarkis, tetapi kalau di Yogya inginkan seperti itu, mari kita bicara, buatkan undang-undang seperti apa. Nanti kita siapkan disini,".

Ini kutipan pernyataan presiden, tetapi keesokan harinya, media massa menulis, "tidak boleh ada monarki di negara demokratis".

Begitupun dalam pemberitaan seputar gaji presiden, dimana dalam pertemuan internal dengan TNI, presiden menyampaikan bahwa dirinya sudah tujuh tahun tidak mendapat kenaikan gaji.

Tujuannya adalah agar TNI jangan dulu menuntut kenaikan gaji dan presiden minta TNI untuk harus bersabar.

Tetapi keesokan harinya, wartawan menulis, "presiden mengeluh karena gajinya tidak naik".

"Artinya, berbeda apa yang disampaikan presiden dan apa yang ditulis oleh media massa. Jadi bukan masalah ilmu komunikasinya tetapi wartawan yang salah menginterprestasi," kata Liliweri.

Dia juga menjelaskan bahwa, di komunikasi itu, salah satu persoalan besar adalah masalah konteks.

"Jadi media mengalihkan pernyataan orang atau pejabat publik menjadi persepsi publik dan tidak lagi menjadi persepsi individu lagi sehingga ributlah seperti di Yogya," kata Liliweri.

(B017/L003)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011