"Kita perjuangkan soal migrant worker dengan memasukkan ke berbagai resolusi," kata Nurhayati.
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Nurhayati Ali Assegaf, mengemukakan bahwa Indonesia perlu mulai menyusun kebijakan untuk mengurangi pengiriman Tenaga Kerja Informasi (TKI) informal dan menambah jumlah pengiriman TKI formal ke luar negeri.

"Kita perjuangkan soal migrant worker dengan memasukkan ke berbagai resolusi, agar buruh migran ini masuk dan mendapatkan perlindungan dan mendapatkan haknya," kata Nurhayati kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, terkait sidang Parlemen Organisasi Konperensi Islam (PUIC) di Abu Dhabi, pekan lalu.

Delegasi DPR dalam pertemuan itu dipimpin Ketua DPR RI Marzuki Alie dengan delegasi, antara lain Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI Hidayat Nur Wahid (FPKS), Wakil Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf (FPD), Abdurrahman Abdullah (anggota BKSAP dari FPD), Tri Hanurita (anggota BKSAP/FPG) dan Unais Ali Hisyam (anggota BKSAP dari Fraksi PKB)

"Misalnya, di Uni Emirat Arab, TKI kita dianggap informal sedangkan bagi mereka, migran worker itu di sana adalah formal dan mempunyai pendidikan," katanya.

Hal ini, kata dia, menyebabkan pemerintah UEA bingung. "Karena, mau dimasukkan dalam kategori apa TKI kita yang tak punya pendidikan," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, seharusnya pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman TKI informal. "Kalau mau kirim, yang formal, berpendidikan sebab banyak TKI formal kita di UEA yang mendapatkan gaji, fasilitas yang luar biasa," katanya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan penghentian pengiriman TKI informal, ia menyatakan sebaiknya pengiriman TKI formal lebih diprioritaskan.

"Kita jangan asal kirim. Jangan asal menyalahkan bahwa mereka tidak mau MoU, bagaimana mau MoU kalau UU mereka sendiri tidak bisa sinkron dengan UU Kita," katanya.

Oleh karena itu, kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini, pemerintah Indonesia harus tingkatkan TKI formal untuk dikirim ke luar negeri. "Menakertrans, BNP2TKI secara jujur harus memberikan data berapa banyak TKI informal dan formal karena yang formal itu gajinya 20 kali lipat dibanding informal," katanya.

Ia menyatakan, TKI informal telah menyebabkan KBRI sibuk untuk memulangkan TKI tersebut.

Usulan DPR RI mengenai perlindungan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ataupun TKW di negara-negara Arab memperoleh dukungan luas dari berbagai parlemen negara OKI untuk di adopsi dalam resolusi parlemen negara yang tergabung dalam organisasi tersebut.

"Salah satu dukungan yang diterima sangat luas adalah usulan agar parlemen-parlemen negara OKI ini bekerja maksimal untuk mempergunakan haknya dalam membela tenaga-tenaga kerja asing yang ada di negara mereka," kata Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI, Hidayat Nurwahid.

Ia menjadi delegasi Indonesia dalam pertemuan komite khusus bidang politik dan ekonomi dalam  sidang PUIC di Abu Dhabi.

Menurut Nurwahid, resulosi itu dalam konteks Indonesia tentunya membela keberadaan TKI dan TKW yang ada di negara-negara lain.

Maksimalisasi dukungan itu, kata Hidayat, dalam bentuk memanfaatkan kewenangan parlemen negara masing-masing. "Terutama, terkait masalah kontrol dan regulasi yang sangat mungkin bisa dilakukan," ujarnya.

Hidayat mengemukakan, usulan semacam ini merupakan kali ketiga yang telah mendapat sambutan dalam forum parlemen internasional. "`Sebelumnya kita juga telah mengusulkannya di parlemen Asia Tenggara di Vietnam, serta di Parlemen Asia di Damaskus. Sekarang masuk di parlemen persatuan negara-negara OKI," katanya.

Dalam pertemuan yang telah menyepakati masuknya permasalahan TKI ke dalam resolusi itu memang tidak dihadiri oleh Arab Saudi, namun Yordania hadir.

"Dalam forum ini, Arab Saudi memang tidak masuk, tetapi yang ada Yordania. Kebetulan juga kita punya masalah dengan TKI kita di sana. Jadi ini sungguh menggembirakan," katanya.

Selain membahas masalah tenaga kerja asing, dalam pertemuan politik dan ekonomi dibahas juga seputar masalah Palestina. Namun keputusan yang disepakati adalah permintaan untuk menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya.

Kesepakatan tersebut berupa rencana pimpinan parlemen untuk bisa masuk ke jalur Gaza. "Ini menjadi bagian dari dukungan konkrit dalam menyelesaikan isolasi terhadap Gaza," katanya.

Masih terkait dengan Palestina juga, kata dia, anggota parlemen negara OKI meminta agar semua kelompok di Palestina bisa bersatu.

"Kita ingin agar konflik di dalam negeri mereka bisa diselesaikan sehingga mereka bisa ikuti keputusan dari negara-negara yang selama ini membelanya," katanya.
(T.S023/Z003/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011