Singapura (ANTARA) - Harga emas mencapai tertinggi hampir dua minggu di perdagangan Asia pada Senin pagi, karena dolar AS yang lebih lemah mengimbangi spekulasi bahwa Federal Reserve AS dapat mulai mengurangi pembelian aset era pandemi secepatnya.

Emas di pasar spot naik 0,2 persen menjadi diperdagangkan di 1.764,60 dolar AS per ounce pada pukul 01.12 GMT, setelah mencapai 1.765,54 dolar AS, tertinggi sejak 23 September. Emas berjangka AS juga menguat 0,4 persen menjadi diperdagangkan pada 1.764,90 dolar AS per ounce.

Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, turun ke level terendah sejak 29 September, membuat emas lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lain.

Federal Reserve AS mungkin hampir memenuhi mandat inflasi yang ditetapkan untuk menaikkan suku bunga, kata Presiden Fed Bank Philadelphia Patrick Harker, tetapi mungkin satu tahun atau lebih lama sebelum tujuan kerja bank sentral terpenuhi untuk memungkinkan kenaikan suku bunga aktual.

Persyaratan The Fed untuk menaikkan suku bunga dapat dipenuhi pada akhir 2022, Presiden Fed Bank Cleveland Loretta Mester mengatakan pada Jumat (1/10/2021), menambahkan, dia memperkirakan inflasi akan kembali ke target bank sentral tahun depan.

Emas secara tradisional dipandang sebagai lindung nilai inflasi, meskipun pengurangan stimulus bank sentral dan kenaikan suku bunga cenderung mendorong imbal hasil obligasi pemerintah lebih tinggi, yang pada gilirannya diterjemahkan menjadi peluang kerugian yang lebih tinggi memegang emas yang tidak membayar bunga.

Permintaan emas fisik juga meningkat di konsumen utama China minggu lalu dan ada peningkatan aktivitas di pusat Asia lainnya termasuk Singapura.


Baca juga: IHSG awal pekan menguat mengikuti kenaikan indeks saham Wall Street
Baca juga: Rupiah Senin pagi menguat 8 poin
Baca juga: Dolar mundur dari tertinggi ketika fokus beralih ke data penggajian

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021