Mahkamah Konstitusi akan melihat RUU KUHP sebagai 'ius constituendum'.
Jakarta (ANTARA) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh mendorong finalisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang pembahasannya telah bergulir selama 58 tahun.

"Kita tahu bahwa RUU KUHP ini 'kan sudah lama pembahasannya. Walaupun dia masuk ke dalam prolegnas (program legislasi nasional, red.), sejauh mana keseriusan pembentuk UU, DPR dan Pemerintah, dalam pembahasan RUU KUHP ini?” ucap Daniel dalam Sidang Perkara Nomor 21/PUU-XIX/2021 yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Senin.

Daniel mengangkat pembahasan tersebut karena di dalam Sidang Perkara Nomor 21/PUU-XIX/2021, anggota Komisi III DPR RI Supriansa yang mewakili DPR RI memberi keterangan yang merujuk pada Pasal 420 dan Pasal 423 RUU KUHP tentang pencabulan, khususnya mengenai tindak pidana kesusilaan terhadap anak.

"Mahkamah Konstitusi, mau bagaimanapun, akan melihat itu (RUU KUHP, red.) sebagai ius constituendum," ucap Daniel.

Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan atau yang diangan-angankan pada masa mendatang, dan akan menjadi hukum positif setelah memperoleh persetujuan dari Presiden dan DPR. Salah satu contoh dari ius constituendum adalah rancangan undang-undang.

Oleh karena itu, pengesahan RUU KUHP merupakan langkah penting untuk menuntaskan Perkara Nomor 21/PUU-XIX/2021 tersebut. Perkara ini menguji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Apakah ini (RUU KUHP, red.) akan tetap saja masuk ke dalam prolegnas berikutnya atau memang sudah ada titik terang dari pemerintah dan DPR dalam kaitan untuk finalisasi RUU KUHP ini?” tanya Daniel.

Terkait dengan perkara pengujian materi KUHP terhadap UUD NRI Tahun 1945 ini, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Leonardo Siahaan dan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Fransiscus Arian Sinaga mengajukan permohonan pengujian Pasal 288 dan Pasal 293 KUHP terhadap Pasal 28D dan Pasal 28G UUD NRI Tahun 1945.

Menurut hakim MK ini, perlu ada finalisasi RUU KUHP untuk memberikan kepastian terkait dengan Pasal 420 dan Pasal 423 yang menjadi rujukan dalam keterangan DPR dalam penuntasan perkara ini.

"Saya kira, mungkin nanti bisa dilengkapi setidak-tidaknya Pasal 420 dan Pasal 423 agar bisa dibandingkan dengan norma yang dikaitkan dengan pemohon," tutur Daniel.

Baca juga: Perlu jaga keharmonisan antara KUHP dan UU khusus

Baca juga: Kearifan lokal perlu jadi pertimbangan dalam pembahasan RUU KUHP

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021