tim turbin BRIN memiliki pengalaman dan siap memberikan pendampingan
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong pemanfaatan turbin dalam negeri untuk kebutuhan industri perkebunan seperti pabrik gula dan kelapa sawit, dan fasilitas pengolah sampah antara (FSPA).

"Dengan berbekal sertifikat TKDN di atas 40 persen, harapannya turbin uap skala kecil di bawah 4 MW sudah menjadi barang wajib, dan PT NTP dapat segera melakukan produksi untuk memenuhi kebutuhan industri kelapa sawit," kata Pelaksana tugas Kepala Pusat Teknologi Industri Permesinan (PTIP) Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (OR PPT) BRIN Cuk Supriyadi Ali Nandar dalam keterangan di Jakarta, Senin.

OR PPT BRIN telah berhasil mengembangkan beberapa varian produk turbin skala kecil dari 450 HP sampai 4 MW tipe back pressure. Turbin yang dirancang bersama PT Nusantara Turbin dan Propulsi (NTP) telah melalui serangkaian uji dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan industri perkebunan seperti pabrik gula dan pabrik kelapa sawit.

Pengembangan rancang bangun dan rekayasa serta manufaktur turbin nasional yang dilakukan PTIP OR PTT BRIN sedang memasuki tahap komersialisasi dengan melakukan rangkaian sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan menggandeng Surveyor Indonesia (SI) dan Kementerian Perindustrian.

Sertifikat tersebut menjadi salah satu persyaratan dari pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dalam pemanfaatan turbin dengan beberapa penyesuaian di industri kelapa sawit melalui skema sinergi badan usaha milik negara (BUMN).

Berdasarkan perhitungan mandiri, turbin uap anak bangsa diperkirakan sudah bisa mencapai nilai TKDN di atas 40 persen.

Lebih lanjut, Cuk mengatakan kerja sama dengan PT NTP juga menghasilkan turbin uap tipe condensing 3 MW yang telah dimanfaatkan di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: Barata Indonesia jadi pemasok turbin PLTU Jawa 9 dan 10
Baca juga: MHPS pimpin lagi pangsa pasar turbin gas global


Dalam konteks turbin ORC, BRIN bekerja sama dengan PT Hidro Energi Persada (PT HEP) dalam melakukan pendampingan audit kondisi turbin ORC, proses engineering, dan pembuatan Detail Engineering Design (DED) integrasi turbin ORC dengan teknologi pengolahan sampah thermal (Hydrodrive Plant), serta melakukan pendampingan uji performa Turbin ORC.

"Pada intinya tim turbin BRIN memiliki pengalaman dan siap memberikan pendampingan kepada PT HEP, tinggal skema kerja samanya saja nanti mengikuti proses bisnis yang ada di BRIN," ujar Cuk.

Direktur Utama PT NTP Tarmizi Kemal Fasya Lubis mengatakan pihaknya berkomitmen mempersiapkan proses pengajuan sertifikasi TKDN Turbin di bawah 4 MW dan mempersiapkan proses produksi di PT NTP.

Ia menuturkan klaster industri turbin nasional sudah terbentuk dari pengalaman pengembangan turbin uap bersama BRIN serta pengalaman PT NTP sendiri dalam menjalankan proses bisnis servis turbin.

"Kami akan melakukan pendekatan kepada pihak PTPN untuk meyakinkan pemanfaatan turbin nasional di industri kelapa sawit. Turbin back pressure skala kecil sendiri sudah banyak digunakan di pabrik kelapa sawit, namun saat ini semuanya masih dipenuhi dari produk luar negeri,” ujarnya.

Baca juga: Pembangunan FPSA Skala Mikro jadi solusi persoalan sampah DKI Jakarta
Baca juga: Kepala Dinas LH DKI sebut anggaran pembangunan FPSA Sunter cukup


Ia berharap tersedianya pasar turbin yang jelas dan regulasi standar yang melindungi pelaku industri sehingga industri manufaktur turbin nasional bisa tumbuh dan berkembang.

Sementara itu, PT HEP bersama PT Bumi Resik dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sarana Jaya akan melakukan kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam pembangunan FPSA skala mikro dengan kapasitas 2x60 ton per hari di kawasan Tebet.

Hal tersebut sesuai dengan target Gubernur DKI dalam upaya penyelesaian 28 isu prioritas yang tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah Tahun 2021-2022. Salah satunya adalah terbangun dan beroperasinya 18 FPSA Mikro (berkapasitas 5-200 ton/hari/instalasi) yang ditargetkan pada Agustus 2022.

"Pemprov DKI berkomitmen melakukan pembangunan beberapa titik FPSA skala mikro pada tahun 2022, ke depan potensi pembangunan FPSA dan PLTSa akan lebih banyak lagi baik di Pemprov DKI maupun kota-kota besar yang memiliki permasalahan sampah yang sama, sehingga pengembangan Turbin ORC dalam negeri akan lebih menarik," ujar Djaka Winarso dari PT Hidro Energi Persada.

FPSA skala mikro dibangun dengan pendekatan pengolahan sampah di sumber untuk memotong rantai distribusi dan pengolahan sampah sekaligus mengurangi jumlah emisi dan ketergantungan pada Tempat Pemrosesan Akhir Bantargebang yang berdampak pada lingkungan.

Baca juga: Jakpro: Proyek ITF bukan sekedar investasi tapi tugas negara
Baca juga: WIKA-Indoplas dukung Jakpro bangun PLTSa terbesar di Indonesia


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021