Jakarta (ANTARA) - Saat seseorang mengajukan pinjaman kepemilikan rumah di bank apapun itu seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR/KPA), Kredit Multi Guna (Refinancing), KPR Take Over, dan KPR Top Up, terdapat skema yang mesti dilalui sebelum pengajuan disetujui bank.

"Apapun jenis pinjamannya, alur pengajuan kredit ke bank memiliki alur yang sama yaitu terdiri dari lima tahapan," kata pakar Properti dan Pembiayaan dari Pinhome, Vina Yenastri melalui keterangan tertulisnya, dikutip Selasa.

Baca juga: Kiat merdeka secara finansial bagi generasi "sandwich"

Tahapan pertama, yakni BI/SLIK Checking untuk memastikan calon pembeli memenuhi syarat eligibilitas dalam mengajukan KPR dengan syarat melampirkan fotokopi KTP. Pada tahap ini, bank akan memeriksa riwayat kredit Anda di bank termasuk yang sedang berjalan sekaligus cicilan yang Anda miliki.

"Kalau sudah lolos BI Checking dan enggak ada masalah seperti penunggakan cicilan, maka kita sudah lolos kriteria awal dari pihak bank. Jadi, slip checking-nya clear," tutur Vina.

Berikutnya, pengumpulan berkas kualifikasi. Pada tahap ini, bank melakukan analisis terhadap kesanggupan calon pembeli yang nantinya memenuhi kewajiban pembayaran KPR.

Syarat yang dibutuhkan yakni dokumen pribadi berupa rekening koran, sertifikat properti yang akan dibeli, PBB dan IMB.

Tahap selanjutnya, pengumpulan dokumen yang dibutuhkan atau dokumen yang diminta oleh bank mulai dari dokumen pribadi, dokumen income, buku rekening, slip gaji, fotokopi sertifikat properti, serta fotokopi IMB dan PBB.

Baca juga: Seberapa penting dana darurat saat pandemi?

"Jadi, pastikan ketika akan melampirkan dokumen, tanyakan dokumen yang dibutuhkan ke pihak Marketing bank. Lalu usahakan ketika menyerahkan dokumen, serahkan dalam keadaan lengkap supaya cepat diproses," kata Vina.

Tahap ketiga yaitu appraisal properti. Pihak bank akan melakukan penilaian pada properti untuk mendapatkan nilai plafon yang akan diberikan pada pembeli, dengan syarat membayar biaya appraisal sebesar Rp500.000 – Rp1.250.000.

Tahap keempat yakni proses analisa dari bank yang berujung pemberitahuan penolakan atau penerimaan kredit. Mereka juga akan menginformasikan plafon yang diberikan pada pembeli.

Bila kredit termasuk syarat dan ketentuannya disetujui, maka akan diarahkan ke akad jual beli.

"Kalau untuk refinancing atau top up, prosesnya dinamakan akad kredit, jadi tidak ada jual beli di dalamnya," kata Vina.

Sementara jika pengajuan ditolak, calon pembeli dapat mengajukan ke bank lain dengan syarat membayar biaya administrasi, provisi, dan asuransi sebesar dua hingga lima persen dari plafon yang diberikan.

Tahap terakhir bila pengajuan disetujui yakni akad jual beli yang berupa pemindahtanganan properti dari penjual ke pembeli karena seluruh hak dan kewajiban telah terpenuhi, dengan syarat baik penjual dan pembeli telah memenuhi kewajiban pembayaran pajak.

Dari sisi plus dan minusnya, mengajukan KPR melalui bank dianggap sebuah alternatif dengan nominal cicilan lebih rendah serta adanya pengecekan menyeluruh pada kelengkapan dokumen dan profil pengembang.

Di sisi lain, ada pembengkakan biaya cicilan oleh bunga dan tenor yang cukup lama serta diiringi dengan proses pengajuan dan administrasi yang panjang.

Menurut Vina, dalam beberapa kasus, pengajuan kredit bisa berlangsung sekitar satu minggu dan langsung proses akad. Tetapi ada juga bisa sampai memakan waktu satu bulan hingga dua bulan karena dokumen tak lengkap atau ada masalah di kartu kredit atau BI Checking.

"Jadi hal-hal semacam itu bisa bikin prosesnya jadi lebih panjang," demikian pungkas Vina.


Baca juga: Kiat kelola keuangan bagi milenial

Baca juga: Kominfo ajak milenial rencanakan keuangan dengan baik jelang Lebaran

Baca juga: Perencanaan finansial penting untuk menghadapi banjir

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021