Jakarta (ANTARA) - Pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan polutan parasetamol yang berstatus emerging polutant atau bahan pencemar baru membutuhkan kajian lebih lanjut terkait penetapan penentuan baku mutunya.

"Kita bicara 'emerging polutant', kita bicara sesuatu yang biasanya tidak dipantau dan lingkungan. Memang 'emerging polutant' ini baku mutunya WHO juga belum ada," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Vivien dalam konferensi pers virtual Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diikuti dari Jakarta, Selasa.

Dalam proses menentukan baku mutu dari emerging polutant, jelas Vivien, perlu ada penelitian dan pemantauan berkala untuk menemukan polanya sebagai dasar penentuan baku mutu lingkungan.

Terkait hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menemukan konsentrasi polutan di dua titik Teluk Jakarta, Vivien mengatakan studi itu adalah penelitian awal yang memerlukan studi lebih lanjut.

"Lingkungan hidup itu peraturannya ketika kita mau menentukan sesuatu tentu saja harus berdasarkan kajian lingkungan. 'Emerging polutant' ini memang yang masih dikaji," katanya.

Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan terkait temuan tersebut yang hasilnya akan menjadi dasar dari kebijakan atau aturan dari KLHK.

Sebelumnya, penelitian yang dilakukan peneliti BRIN bekerja sama dengan peneliti di Inggris menemukan muara Sungai Angke dan Sungai Ciliwung yang bermuara di Teluk Jakarta memiliki konsentrasi parasetamol.

Penelitian kontaminan air di empat lokasi Teluk Jakarta yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priok dan Cilincing serta Pantai Eretan di pesisir Jawa Tengah menemukan adanya konsentrasi tinggi di dua titik.

Konsentrasi tinggi parasetamol terdeteksi di Angke sebesar 610 nanogram per liter (ng/L), sedangkan di  Ancol 420 ng/L.

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2021