Padang (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Patrialis Akbar, disela-sela membuka evaluasi koordinasi Pengadilan, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan, dan Kepolisian (Dilkumjakpol) di Padang, Jumat, menjelaskan pembebasan bersyarat Artalyta Suryani alias Ayin yang menjadi sorotan berbagai pihak.

Bersama tiga wartawan lainnya ANTARA mencoba mendapatkan jawaban dari kesimpang-siuran berita dibalik pemberian status bebas bersyarat terpidana korupsi kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan yang menjadi penuntut dari obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syamsul Nursalim.

Patrialis menjelaskan bahwa heboh sidak Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, yang menemukan Ayin sedang mendapatkan perawatan wajah di selnya yang mewah berbuntut pada pemindahan terpidana kasus suap tersebut ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang.

Atas temuan itu, ia mengatakan Artalyta Suryani yang seharusnya mendapat sanksi memang tidak mendapatkan "Kategori F" di dokumen pidananya.

Ia menjelaskan "Kategori F" merupakan sanksi yang diberikan pada narapidana (napi) yang membuat keonaran, melawan aturan dan petugas Lapas atau Rutan, berkelahi, menghasut napi lain berbuat onar.

"Mereka tidak mendapat remisi selama satu tahun," ujar Patrialis.

Ayin, menurut dia, tidak mendapatkan remisi umum, tetapi memang mendapatkan remisi hari raya Waisak selama 15 hari. Untuk remisi hari raya ini semua napi berhak mendapatkannya.

Kehebohan berita pemberian remisi kepada Ayin terjadi saat remisi umum susulan 17 Agustus diajukan untuk terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan ini di tahun 2010.

Remisi umum ini diajukan Kepala Lapas (Kalapas) Tangerang kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Tangerang dan diteruskan kepada Dirjen Pemasyarakatan (PAS). Pemikiran mengajukan usulan remisi tersebut dilakukan karena tidak tertera sanksi "Kategori F" di dokumen pidana milik Ayin, ujar dia.

"Ayin itu ternyata sembilan bulan setelah ditemukan di sel mewah di Pondok Bambu itu selalu berkelakuan baik di Lapas Tangerang. Itu juga alasan Kalapas Tangerang mengusulkan remisi," jelas Patrialis.

Selain penasehat hukum Ayin, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pun mempertanyakan tidak adanya remisi yang diberikan pada terpidana. Surat pertanyaan serupa dilayangkan pada Irjen Kementerian Hukum dan HAM mengingat lamanya respon dari Dirjen PAS.

Kakanwil Kemenkumham Tangerang, menurut Patrialis, akhirnya mengeluarkan remisi susulan untuk Ayin.

"Kalau remisi umum itu memang Kakanwil bisa setujui. Tapi kalau pembebasan bersyarat harus Dirjen PAS," jelasnya.

Namun demikian, Patrialis mengungkapkan remisi umum 17 Agustus yang ditandatangani Kakanwil Kemenkumham Tangerang atas nama Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar untuk Ayin tetap tidak diperhitungkan oleh Dirjen PAS.

Remisi yang dianulir tersebut, menurut dia, sebenarnya membuat Ayin tertunda mendapatkan pembebasan bersyarat. "Ayin itu seharusnya bebas bersyarat pada 8 November 2010, tapi baru keluar 28 Januari ini".


Remisi Koruptor

Patrialis kembali menjelaskan perihal hak napi koruptor mendapat remisi.

"Dalam Undang-Undang Pemasyarakatan semua napi mendapatkan remisi. Bedanya jika napi biasa bisa dapat remisi setelah enam bulan jalani hukuman, tapi kalau napi koruptor harus menjalani satu per tiga masa tahanan dulu," jelas Patrialis.

Karena itu, ia menolak jika dikatakan telah mengurangi masa hukuman Ayin.

"Masya Allah, mana mungkin. Kami tidak bisa tahan seseorang kalau seharusnya sudah waktunya keluar, karena bisa melanggar HAM," ujar dia.

Yang diberikan kepada Artalyta Suryani adalah pembebasan bersyarat, karena itu jika Ayin tidak melaksanakan persyaratan tersebut dapat kembali dimasukan dalam sel.

"Ini pembebasan bersyarat ya, jadi kalau dia tidak memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi langsung dimasukan lagi ke sel," ujar dia.

Dari penjelasan Sesditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Dindin Sudirman menjelaskan bahwa sesuai Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, di mana setiap narapidana mendapat 13 macam hak, termasuk di antaranya remisi, pembebasan bersyarat, dan hak perdata lainnya seperti menikah dan melayat orang tua.

Sementara itu, ia mengatakan berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pengaturan Hak Warga Binaan, terpidana khusus pun disebutkan tetap mendapat remisi.

"Remisi diberikan tapi bukan seperti napi pada umumnya yang enam bulan, tapi harus menjalani sepertiga masa tahanannya dulu," ujar dia.

Yang termasuk dalam kategori terpidana khusus yakni dari kasus korupsi, pembalakan liar, dan terorisme.

Sedangkan terkait sanksi "Kategori F" di mana napi tidak mendapatkan remisi selama satu tahun, ia pun menjelaskan diberikan pada napi yang melawan petugas, berkelahi, mempengaruhi napi lain tidak tertib.

Perihal tidak tercantumnya sanksi "Kategori F" di dokumen pidana Ayin, ia berujar semua karena peristiwa sidak Satgas di sel Ayin membuat pihak Ditjen PAS harus cepat mengambil langkah perbaikan sehingga justru membuat administrasi "kocar-kacir".

Artalyta Suryani pada akhirnya mendapatkan pembebasan bersyarat pada 28 Januari 2011 ini. Ia telah melewati dua per tiga masa tahanannya dan remisi umumnya pun sempat "dianuliar", sehingga pembebasan bersyaratnya memang tertunda. (V002*T010/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011