Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyajikan analisis interaksi ekonomi antarwilayah melalui tabel inter-regional input output (IRIO) untuk perencanaan dan kebijakan pembangunan, karena ekonomi ibu kota yang terbuka saling berkaitan dengan provinsi lainnya.

"Perlu dilakukan penyusunan alat analisis yang komprehensif untuk menggambarkan aliran produksi, konsumsi, serta distribusi barang dan jasa, secara spasial,” kata Kepala BPS DKI Jakarta, Buyung Airlangga, dalam sosialisasi IRIO, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, BPS DKI sebelumnya sudah menyusun tabel IRIO tingkat nasional dan regional, tapi masih terfokus pada kinerja perekonomian dalam satu wilayah tertentu, sehingga belum menjelaskan interaksi antarwilayah.

"Tabel IRIO itu dapat menjelaskan potensi dan kolaborasi antarwilayah untuk mengatasi ketimpangan dan memperkuat konektivitasnya," katanya.

Adapun basis data IRIO, kata dia, menggunakan data sensus tahun 2016, karena datanya mencakup data sensus ekonomi, meliputi aktivitas usaha menurut kategori yang detail, mulai dari kategori pertambangan, hingga jasa lainnya, serta sensus pertanian pada 2013.

Buyung menjelaskan, manfaat dari penyusunan IRIO tersebut, yakni menentukan sektor unggulan daerah, ketergantungan sektoral, ketergantungan wilayah, perdagangan antarwilayah, dan adanya dampak yang mempengaruhi antarwilayah atau “spill over”.

Tahap penyusunan tabel IRIO, kata dia, dimulai pada 2019 melalui penyusunan tabel “Suply and Uses Table” (SUT) nasional dan regional dan tahun ini sosialisasinya baik tingkat nasional dan provinsi.

Baca juga: BPS DKI: Daya beli masyarakat Jakarta belum pulih

Sementara itu, sebagai gambaran struktur ekonomi di DKI Jakarta pada triwulan II-2021, dari sisi lapangan usaha didominasi perdagangan besar dan eceran, serta reparasi dengan kontribusi sebesar 17 persen, kemudian industri pengolahan mencapai 12 persen, dan jasa keuangan 11 persen.

Dari sisi pengeluaran, lanjut dia, konsumsi rumah tangga mendominasi mencapai 63 persen, ekspor sebesar 56 persen, dan investasi 33 persen.

Pada triwulan II-2021, BPS DKI mencatat, pertumbuhan ekonomi Jakarta mencapai 10,91 persen setelah kontraksi yakni negatif 8,33 persen pada periode sama 2020.

Pertumbuhan ekonomi positif itu didukung oleh sektor usaha penyedia akomodasi makan dan minum, transportasi dan pergudangan, serta industri pengolahan.

Sedangkan dari sisi pengeluaran, seluruh komponen tumbuh positif yakni konsumsi pemerintah, ekspor barang dan jasa, serta konsumsi rumah tangga.

BPS DKI juga mencatat ekonomi di Jakarta paling besar ditopang oleh kinerja di Jakarta Pusat sebesar 25,1 persen, Jakarta Selatan (23,1 persen), Jakarta Utara (17,8 persen), Jakarta Timur (16,9 persen), Jakarta Barat (16,9 persen), dan Kepulauan Seribu (0,23 persen).

Baca juga: BPS DKI bakal manfaatkan "big data" lengkapi statistik resmi
Baca juga: BPS DKI nilai produktivitas industri manufaktur mulai membaik


Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2021