Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tiga tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.

"Tim penyidik kembali melakukan perpanjangan penahanan masing-masing selama 40 hari terhitung sejak 6 Oktober 2021 sampai dengan 14 November 2021 untuk para tersangka," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Tiga tersangka, yaitu Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara yang saat ini ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih KPK, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK).

Baca juga: KPK panggil 6 saksi kasus suap pengesahan RAPBD Jambi 2018

Ali mengatakan perpanjangan terhadap tiga tersangka itu dilakukan karena tim penyidik masih akan mengumpulkan alat bukti, diantaranya dengan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak sebagai saksi yang terkait dengan kasus tersebut.

KPK pada Kamis (16/9) telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Sebagai penerima, yakni Maliki (MK), sedangkan sebagai pemberi masing-masing Marhaini (MRH) dan Fachriadi (FH).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen "fee" 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Baca juga: KPK konfirmasi saksi penjualan barang untuk pengadaan KTP-el

Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai.

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.

Sementara Maliki disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Baca juga: Sahroni: Koordinasi Kejaksaan-KPK hindari tumpang tindih tangani kasus

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021