Kementerian Perdagangan membuka akses pasar ekspor ke beberapa negara non-traditional, di antaranya Afrika, Eropa tengah, dan Amerika Selatan sehingga terjadi lonjakan ekspor.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno menyampaikan bahwa salah satu alasan melonjaknya kinerja ekspor Indonesia adalah terbukanya akses pasar ke beberapa negara tujuan ekspor non-tradisional.

"Kementerian Perdagangan membuka akses pasar ekspor ke beberapa negara non-traditional, di antaranya Afrika, Eropa tengah, dan Amerika Selatan sehingga terjadi lonjakan ekspor," kata Benny kepada Antara dihubungi di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, Benny menyampaikan bahwa kerja sama ekonomi yang diupayakan Kemendag berupa Comprehensie Economic Partnership Agreement (CEPA), Free Trade Agreement (FTA), maupun Preferential Trade Area (PTA), sangat signifikan dalam mendongkrak penjualan produk RI ke berbagai negara.

Baca juga: Menperin: Beberapa negara serius jadikan batik komoditas ekspor

Terkait membaiknya sektor perdagangan di Indonesia, Benny memaparkan bahwa lonjakan perdagangan yang terjadi saat ini berbanding lurus dengan penurunan kasus COVID-19 yang juga diupayakan oleh pemerintah.

"Lonjakan perdagangan berbanding lurus dengan penurunan penyebaran COVID-19, yang bisa terlihat melalui level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang semakin turun , sehingga terjadi pelonggaran larangan mobilitas atau aktivitas masyarakat," ujar Benny.

Menurut dia, upaya penurunan penyebaran COVID-19 yang dilakukan pemerintah tersebut sejalan dengan perbaikan usaha dan bisnis sektor perdagangan yang terjadi.

Baca juga: Wamendag apresiasi tingginya minat generasi muda jadi pelaku ekspor

Terlebih, banyaknya dukungan pemerintah terhadap dunia usaha melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), termasuk kepada UMKM, telah banyak digulirkan.

"Dukungan Pemerintah terhadap dunia usaha sudah banyak melalui program dana Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN ) termasuk terhadap UMKM," tukas Benny.

Kendati demikian, untuk memaksimalkan pemulihan usaha dan bisnis di sektor perdagangan, Benny berharap ada pelonggaran akses pembiayaan di lembaga keuangan.

Hal tersebut dibutuhkan mengingat selama pandemi melanda Indonesia, modal usaha telah terpakai sebagai dana cadangan untuk bisa bertahan di masa-masa sulit.

"Pelonggaran akses pembiayaan itu maksudnya dengan bunga rendah dan akses yang lebih mudah," pungkas Benny.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan pada bulan tersebut sebesar, 4,74 miliar dolar AS. Surplus itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang angkanya sebesar 2,59 miliar dolar AS.

Menurut BPS, nilai ekspor Indonesia pada periode tersebut mencapai 21,42 miliar dollar AS. Capaian itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021