Mimika (ANTARA) - Posturnya tinggi, kekar, dan tegap laiknya tentara, kontras dengan senyumnya yang mengembang lebar kala berada di podium medali Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua.

Dialah Rio Maholtra, atlet cabang atletik yang baru saja menggondol medali emas untuk nomor 110 meter gawang putra yang digelar di Mimika Sport Complex, Mimika, Papua.

Saat pengalungan medali yang akan dilakukan Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian selaku pembina Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI), Rio langsung menunjukkan posisi siap, mengangkat tangannya, dan memberikan hormat.

Ternyata, Rio memang anggota TNI. Tak main-main, pria kelahiran Lahat, Sumsel, 28 Desember 1993 itu tercatat sebagai Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Di PON Papua, Rio tak hanya meraih emas, tetapi juga berhasil memecahkan rekor PON yang dicetak Edi Zakaria untuk nomor 110 meter gawang putra.

Rio mencatatkan waktu mencatatkan waktu 14,11 detik, melampaui catatan waktu Edi Zakaria pada PON 2004, yakni 14,16 detik.

Namun, rekor nasional ternyata masih dipegang oleh Rio dengan catatan waktu 14,02 detik yang dicetaknya pada semifinal Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, Indonesia.

Medali emas yang didapat Rio ini pun semakin menambah koleksi emas Provinsi Sumatra Selatan di PON Papua, setelah perolehan emas di cabang senam dan anggar.

Baca juga: Rio Maholtra raih emas 110 meter gawang putra PON Papua

Saat ini, Sumsel sementara berada di peringkat 17 klasemen medali PON Papua dengan raihan tiga medali emas, satu perak, dan lima perunggu.

Rio bersyukur bisa memenuhi target yang diberikan oleh pemerintah provinsinya di PON Papua, sekaligus bangga bisa memecahkan rekor yang sudah ada.

"Saya bisa, istilahnya, menuntaskan tugas, sebab provinsi (Sumsel) menargetkan raih emas dan saya sudah tuntaskan hari ini. Alhamdulillah," ujar Rio bersyukur.

Pengalaman bertanding

Rio memulai karier profesionalnya sebagai atlet pada Kejuaraan Nasional 2009 dan mulai masuk jajaran atlet pelatnas atletik di umur 16 tahun.

Atletik pula yang mengantarkan Rio menjadi tentara, ketika tengah mengikuti PON 2012 di Riau didatangi seorang kolonel TNI AD dan ditawari masuk pendidikan militer karena bakatnya.

Pendidikan militer pun dijalaninya hingga akhirnya ditugaskan di pasukan elite pengawal Presiden. Tetapi, tak menghalanginya untuk tetap berprestasi di ajang atletik.

Ternyata, Rio memang spesialisasi lari gawang, terlihat dari sederet medali yang diraihnya, seperti medali emas PON 2016 di Jawa Barat, Kejuaraan Nasional Atletik 2019, dan Korea Open 2018.

Belum cukup, Rio juga mencetak rekor nasional di World Indoor Athletic Championships di Inggris pada 2018, Asian Athletic Championships 2017 di India, dan SEA Games 2015 di Singapura.

Rio pernah pula mewakili Indonesia pada Kejuaraan Dunia IAAF World Indoor Championship 2018 di Birmingham, Inggris, menjadi finalis World Military Games Wuhan 2018, dan Asian Games 2018.

Semuanya, dihasilkan Rio di cabang olahraga lari gawang atau biasa disebut juga lari halang rintang, sekaligus membuktikan kemampuan spesial pemilik tinggi 180 cm itu.

Maka, tak salah jika Pemprov Sumsel memberikan tanggung jawab kepada anak kedua dari tiga bersaudara itu untuk merebut medali emas dari lari gawang di PON Papua.

Pada PON tahun ini, Sumsel memberangkatkan 102 atlet, 48 pelatih, dan 13 panitia penyerta untuk 24 cabang olahraga yang diikuti.

Harapannya, Sumsel terdongkrak pada klasemen medali dari sebelumnya peringkat 21 di PON 2016 dengan raihan enam medali emas, 11 medali perak, dan 14 medali perunggu.

Baca juga: Sumsel borong emas dan perak anggar sabre perorangan putra
Baca juga: Sumsel prioritaskan atlet berpeluang medali yang dikirim ke PON Papua

Selanjutnya: sempat grogi
Arsip - Sejumlah atlet mengikuti tes fisik di Stadion Madya Bumi Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (11/2/2021). (ANTARA/Nova Wahyudi/21)


Sempat grogi

Ternyata, Raihan sederet prestasi tak menjamin atlet sekelas Rio terbebas dari rasa grogi dan kurang percaya diri kala bersiap menghadapi pertandingan, termasuk PON Papua.

Rio bercerita bahwa PON tahun ini merupakan ajang kompetisi yang paling membuatnya merasa grogi dari sekian banyak pertandingan yang sudah diikutinya.

Perasaan itu bukan tanpa alasan, Rio mengatakan selama dua tahun terakhir tidak ada kejuaraan dan harus menjalani latihan secara mandiri.

"Karena dua tahun tanpa kejuaraan, dua tahun tanpa pelatih istilahnya. Habis itu, saya latihan di luar tim. Jadi, istilahnya saya atlet yang liar," ujarnya.

Baca juga: Rio Maholtra sempat kurang percaya diri saat tampil di PON Papua

Namun, Rio tetap bersemangat menjalani persiapan untuk berlaga di ajang olahraga empat tahunan itu, termasuk dengan menjaga pola dan asupan makanan.

Tak lupa, Rio selalu berdoa agar Tuhan memudahkan perjuangannya merebut medali di nomor yang diikutinya, selain persiapan secara pribadi dan latihan.

Kini, Rio yang juga beristrikan atlet itu bisa memanen hasil perjuangannya berlatih mandiri selama dua tahun dengan kesuksesan menggondol medali emas di nomor andalannya.

Sedangkan medali perak diraih Hirzan Rahmadon dari Riau dengan catatan waktu 14,33 detik dan perunggu diraih oleh Ghanes Bagus Pandega dari Jawa Timur dengan waktu 14,41 detik.

Bonus bagi atlet peraih emas PON Papua yang dijanjikan Gubernur Sumsel Herman Deru, yakni uang sebesar Rp300 juta pun menanti Rio.

Nilai bonus yang dijanjikan itu lebih besar dari nominal yang diumumkan sebelumnya, yaitu Rp200 juta untuk setiap atlet peraih medali emas.

Yang pasti hasil tidak akan mengkhianati usaha maksimal yang telah dilakukan. Mungkin itu kata-kata yang pas untuk menggambarkan gigihnya perjuangan Rio hingga akhirnya bisa berprestasi menyumbangkan medali.

Baca juga: Gubernur Sumsel janjikan bonus Rp300 juta untuk medali emas PON Papua
 

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021