Jambi (ANTARA) - Museum Siginjei Jambi menggelar pameran alat angkut dan transportasi tradisional daerah Jambi dalam rangka memperingati Hari Museum Indonesia yang berlangsung, 12-16 Oktober 2021.

Menurut Kepala Museum Siginjei Jambi, Nurlaini, momen peringatan hari museum Indonesia pada 12 Oktober 2021 menjadi momen bagi Museum Siginjei Jambi untuk memamerkan koleksi alat angkut dan transportasi tradisional daerah Jambi kepada masyarakat luas.

"Kita ingin memperlihatkan bagaimana kreatifitas manusia zaman dahulu dalam menghadapi tantangan hidup dalam menciptakan alat bantu angkut maupun transportasi tradisional baik dengan tenaga manusia maupun tenaga hewan," kata Nurlaini.

Untuk lebih memberikan pemahaman mengenai kehidupan masyarakat daerah Jambi zaman dahulu, pameran ini juga ditujukan agar dapat memotivasi generasi muda saat ini untuk melestarikan berbagai kreatifitas manusia zaman dahulu yang sampai saat ini di beberapa daerah di Provinsi Jambi masih menggunakannya.

Di sekolah hanya sekedar teori, tapi disini anak-anak bisa melihat koleksi secara langsung. Selain melestarikan beragam koleksi alat angkut dan transportasi tradisional Jambi, koleksi ini bisa menjadi bahan penelitian bagi kalangan mahasiswa.

Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar Provinsi Jambi, Erwin Efendi mengatakan perjalanan penggunaan alat angkut dan transportasi tradisional daerah Jambi perlu diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat Jambi saat ini agar masyarakat lebih mencintai dan mengenal alat-alat angkut yang masih digunakan hingga saat ini.

"Target kita untuk pameran ini semua masyarakat khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa," kata Erwin.

Pameran tersebut juta merupakan bagian dari upaya pewarisan budaya dan tradisi masyarakat Jambi kepada generasi muda. Pasalnya beberapa alat angkut serta transportasi tradisional masyarakat tempo dulu sudah tidak ada lagi atau tidak dipergunakan lagi akibat tergeser alat-alat terkini.

Spirit dari pameran ini, bagaimana mentransfer kreatifitas dan inovasi masyarakat tempo dulu untuk mendapatkan cara yang lebih baik dan efektif membantu aktivitas hidup mereka sehari-hari.

Selain itu betapa kreatifnya masyarakat dalam menciptakan alat angkut dan transportasi yang tidak hanya mengadopsi dari daerah lain, tapi juga menciptakan sendiri alat yang menjadi bagian dari 'teknologi' tepat guna pada zamannya.

Baca juga: Pemilik kapal tradisional pertanyakan komitmen Trans 1000 Jakarta

70 koleksi

Sebanyak 70 koleksi alat angkut dan tradisional daerah Jambi yang dipamerkan di Museum Siginjei .

"Ada sekitar 70 koleksi termasuk foto yang dipamerkan, ini dari seluruh daerah di Jambi," kata Nurlaini.

Pada pameran kali ini, Museum Siginjei juga ikut memamerkan koleksi alat angkut galehtih. Berdasarkan perkembangannya bisa dikatakan galehtih layaknya ransel pada saat ini. Galehtih termasuk koleksi alat angkut terlama di pameran kali ini.

Pada masanya, galehtih juga digunakan untuk menggendong bayi. Galehtih ini terbuat dari bambu dan rotan berbentuk huruf U dan digunakan untuk menggendong bayi.

"Ada juga galehtih yang digunakan untuk membawa barang yang diletakkan di punggung," kat Leni.

Selain galehtih, masyarakat Jambi juga mempunyai model alat angkut yang hingga kini masih digunakan yakni ambung. Ambung memiliki beragam ukuran yang terbuat dari rotan dan dianyam dengan teknik susun tiga digunakan untuk membawa hasil pertanian.

Ambung sampai saat ini masih digunakan kebanyakan masyarakat untuk ke kebun atau ke ladang membawa hasil pertanian.

Alat itu saat ini banyak digunakan oleh para petani untuk mengangkut sawit. Dalam praktiknya, ambung tidak lagi dipikul tapi juga didesain untuk bisa diangkut dengan menggunakan sepeda atau sepeda motor.

Baca juga: Budayawan Sumsel ajak lestarikan transportasi air tradisional

Sesuai karakter daerah

Adapun koleksi alat angkut yang dipamerkan kali ini terbanyak berasal dari daerah dataran tinggi seperti dari suku Batin dan Suku Kerinci.

Leni menyebutkan masyarakat Jambi zaman dahulu juga mengenai alat angkut model 'labu aek'. Ini terbuat dari labu yang isinya dibuang serta dikeringkan di bawah sinar matahari atau diasap di perapian sehingga menjadi keras digunakan untuk menaruh air bersih ke ladang dan sawah.

Bukan saja untuk membawa hasil pertanian , zaman dahulu masyarakat Jambi juga memiliki kerapai kain yakni tempat penyimpanan yang terbuat dari daun aren yang sudah dikeringkan berbentuk persegi panjang mempunyai laas dan tutup yang diberi tali rotan digunakan untuk tempat pakaian.

"Masyarakat dulu biar pakaiannya rapi dimasukkan ke kerapai kain," ujarnya.

Cara angkut barang zaman dahulu bisa menggunakan diri sendiri atau dengan bantuan binatang. Dalam kurun waktu yang panjang dari dulu hingga kini cara angkut orang tetaplah digunakan. Meski telah mengenal teknologi maju, namun cara demikian dalam hal tertentu masih digunakan hingga kini.

"Kalau kita lihat masyarakat di Merangin atau Kerinci masih gunakan alat bantu seperti ambung dan lainnya untuk ke ladang," ujarnya.

Karaktristik dan model dari alat angkut tradisional Jambi zaman dulu berbeda -beda sesuai dari asal daerahnya serta memiliki penggunaan yang berbeda pula. Hal itu pula yang menunjukkan pengaruh budaya dan kontur geografis suatu daerah sangat berpengaruh terhadap alat angkut dan transportasi di suatu daerah.

Sebagian besar alat angkut dan transportasi tradisional tersebut masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di pedesaan. Mereka masih piawai membuat alat bantu tersebut untuk kebutuhan sehari-hari di samping serbuan produk-produk masa kini yang sudah merambah hingga ke pelosok desa.*

Baca juga: Museum Perjuangan Jambi hadirkan "Uang dalam Perjalanan Sejarah"

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021