Jayapura (ANTARA) - “Ayo nak, semangat. Persembahkan prestasi terbaik untuk ayah kalian dan kontingen Papua.....,” demikian ucap seorang ibu di tribun penonton melalui video call kepada kedua anaknya yang sedang berada di ruang pemanasan dan mempersiapkan diri menghadapi pertandingan karate nomor kata beregu putri di GOR Politeknik Penerbangan Kayu Batu, Kota Jayapura, Selasa.

Sang ibu, Wattin Rusli Djatmiko, adalah ibu kandung dari Nadine Rizqi Athira dan Naila Rizqi Athalla, dua kakak beradik yang bersama rekan mereka Razta Nezta Malen menyumbang perak untuk kontingen Papua.

Meski didukung penuh penonton tuan rumah, mereka harus mengakui keunggulan Nur Rizka Fauziah, Magfirah Syamsul dan Nadya Baharuddin, tim asal Sulawesi Selatan yang sarat pengalaman dan peraih medali emas kata beregu putri pada PON 2012 Riau.

Nadine, Naila dan Rasta, yang baru pertama kali ikut pesta olahraga terbesar di Tanah Air itu pun harus puas dengan perolehan medali perak.

Baca juga: Juara PON ditundukkan juniornya dalam kata perseorangan putri

“Sebenarnya,, Nadine dan Naila bertanding dalam kondisi masih berduka. Baru sebulan lalu ayah mereka secara mendadak meninggal dunia, padahal sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri,” kata Wattin, yang kemudian menceritakan situasi berat yang harus mereka hadapi sepeninggal suaminya, Ontos Djatmiko, ayah dari Nadine dan Naila.

Berkat dukungan banyak pihak, termasuk pelatih Omita Olga Ompi, mantan atlet nasional yang sudah malang melintang di kancah karate internasional pada awal 1990-an, Wattin bersama kedua anaknya pun mampu untuk tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi PON 2021 Papua, event empat tahunan yang baru pertama kali mereka ikuti.

“Tapi dorongan semangat dari Mama yang meminta agar kami semangat demi ayah tercinta dan juga kontingen Papua, membuat kami bertekad untuk memberikan yang terbaik. Sayang kami tidak bisa mempersembahkan emas, tapi kami sudah memberikan yang terbaik,” kata Nadine dan Naila usai pengalungan medali.

Baca juga: Sandy Firmansyah titisan Umar Syarief yang lahir di PON Papua

Nadine (19 tahun) dan adiknya Naila (18), termasuk atlet yang cukup beruntung karena dalam usia relatif muda mendapat kepercayaan untuk bergabung dengan tim karate Papua. Sebelum membela Bumi Cendrawash, Nadine (mahasiswa Universitas Bhayangkara) dan sang adik Naila yang baru lulus SMAN 109 Jakarta Selatan, membela Kota Depok, Jawa Barat. Mereka pernah membawa PP INKAI ke tangga juara kata beregu putri di kejurnas Piala Panglima pada 2019 di Jakarta.

Omita Olga Ompi, pelatih mereka, memberikan apresiasi yang tinggi kepada Nadine, Naila dan Rasta mengingat usia mereka yang masih muda, sementara lawan sudah senior dan memiliki jam terbang yang lebih tinggi.

“Saya salut kepada mereka, terutama Nadine yang sebenarnya masih belum pulih sepenuh dari cedera bahu bulan lalu. Melihat semangat mereka, dalam kondisi masih cedera pun, mereka masih mampu tampil sangat baik,” kata Omita yang menyatakan keyakinan bahwa tim muda Papua tersebut kalau dijaga dan dipoles dengan baik, bisa berkembang dan prestasi semakin baik di kemudian hari.

“Mereka masih muda dan ini adalah PON pertama mereka. Bisa meraih perak pun menurut saya sudah sangat bagus untuk mereka,” kata Omita, peraih perak untuk kata perorangan Asian Games 1994 Hiroshima dan Asian Games Bangkok 1998 itu.

Dominasi Sulsel

Pada pertandingan cabang karate tersebut, kontingen Sulawesi Selatan akhirnya sukses mengawinkan emas karate nomor kata beregu putra dan putri, meski hanya membutuhkan waktu singkat untuk melakukan latihan terpusat sebelum bertolak ke Tanah Papua.

Sulsel yang secara tradisional memang dikenal sebagai penghasil karateka berprestasi, tampil dominan sejak babak penyisihan meski suporter tuan rumah menteror dengan yel-yel yang cukup membuat GOR menggema.

Namun, tim kata beregu putra Sulsel yang dihuni oleh Andi Dasril, Andi Tomy Aditya dan Albiadi tetap memperagakan jurus dengan tenang terutama dalam partai final yang mempertemukannya dengan tim DKI Jakarta dengan La Ode Andinuddin, Lutfi Ardiansyah dan Zidan Bagaskara sebagai punggawa. Emas pun bisa diraih.

"Mereka itu memiliki tanggung jawabnya tinggi sebagai atlet. Latihan dilakukan sendiri. Hanya satu bulan mereka berlatih terpusat. Kalau tim lain bisa dua tahun persiapannya," kata pelatih tim karate Sulawesi Selatan Mursalim.

Baca juga: M. Ivan Fairuz lanjutkan tren Jabar raih emas kata perseorangan putra

Menurut Mursalim, dengan medali emas yang diraih pada PON Papua maka tim kata beregu putra Sulawesi Selatan telah mempertahankan tradisi hingga lima edisi PON berturut-turut.

Begitu juga pada sektor putri. Emas yang diraih oleh Nur Rizka Fauziah, Magfirah Syamsul dan Nadya Baharuddin adalah sebuah kebanggaan karena terakhir meraih medali emas kata beregu putri pada PON 2012 Riau.

Dalam laga final, Nur Rizka dan kawan-kawan mempunyai beban yang lebih berat karena harus berhadapan dengan tim tuan rumah yang banyak mendapatkan dukungan dari suporternya yang memenuhi tribun.

"Tim pelatih cuma berpesan, bermainlah dengan lepas. Keluarkan apa yang kamu bisa. Enggak usah mikir lawan itu dari mana. Dimanapun atlet pasti ada rasa grogi. Siapa yang lebih siap dialah yang bakal jadi pemenang," kata Mursalim.

Rasa bangga juga disampaikan tim pelatih Sulawesi Selatan lainnya, Aswar. Salah satu peraih emas kata beregu putra PON Jawa Barat mengaku medali yang diraih Andi Dasril dan kawan-kawan menunjukkan bahwa proses regenerasi berlangsung dengan baik.

"Saya bersama tim, empat kali meraih emas. Sekarang Andi Dasril dan kawan-kawan. Semoga prestasi ini terus berlanjut," katanya.

Cabang olahraga karate pada PON Papua akan mempertandingkan 15 nomor dan jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan PON 2016 Jawa Barat yang mempertandingkan 17 nomor dan berlangsung hingga 14 Oktober 2021.

 

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021