Jakarta (ANTARA) - Science Film Festival, acara tahunan Goethe Institut, diharapkan dapat mengemas tema sains yang kerap dianggap berat dan serius menjadi lebih menarik, kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid.

"Saya berharap Science Film Festival dapat menginspirasi untuk mengangkat tema-tema yang sepintas tampak berat, ilmiah, tapi dengan cara menyenangkan karena tujuan akhir kita adalah memperkuat perangai ilmiah (scientific temper)," kata Hilmar di konferensi pers Science Film Festival, Selasa.

Baca juga: PFN gelar Bioskop Rakyat gandeng Goethe-Institute

Lewat festival film sains, diharapkan masyarakat khususnya anak muda memiliki akses untuk menikmati sains tak hanya sebagai bagian dari pelajaran di sekolah, tapi dikemas dalam bentuk hiburan dan menyenangkan.

Festival dalam format daring mulai 12 Oktober hingga 30 November 2021 yang sudah berlangsung dua belas kali di Indonesia mengangkat tema "Kesehatan dan Kesejahteraan", tema yang menurut Hilmar relevan untuk situasi saat ini.

"Bukan cuma kesehatan fisik yang dibicarakan, tapi kesehatan mental, ini tema yang perlu dapat perhatian serius, masuk ke relung penting dalam kehidupan kolektif kita," kata Hilmar.

Dia mengatakan, “Kesehatan dan Kesejahteraan" merupakan tema yang relevan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Tema yang terambil dari 17 butir Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya pada Tujuan 3, sejatinya adalah cita-cita bersama mengenai masa depan yang lebih baik dan lestari.

"Untuk mewujudkannya, kita harus melihat kondisi dunia pada saat ini, memahami peluang perubahan, dan bertindak.”

Science Film Festival 2021

Festival tahun ini membawa 17 film internasional yang disertai berbagai demonstrasi eksperimen ilmiah. Festival ini hendak secara kreatif mengundang siswa-siswi untuk mengeksplorasi isu-isu kesehatan dan kesejahteraan mental serta menggeluti sains dengan cara yang menyenangkan.

Baca juga: Science Film Festival 2018 angkat tema revolusi pangan

Tema tahun ini merujuk kepada Tujuan 3 dari 17 butir Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera, yang diadopsi oleh PBB pada tahun 2015. Tujuan 3 dari SDGs ingin memastikan kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua pada semua rentang usia, yang sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan.

Tema yang diangkat dalam Science Film Festival 2021 relevan dengan situasi dunia dewasa ini, ketika krisis kesehatan yang luar biasa telah menimbulkan guncangan ekonomi secara global dan menjungkirbalikkan kehidupan miliaran orang.

Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Dr. Stefan Dreyer, mengatakan isu kesehatan dan kesejahteraan kian penting pada masa ini dan kelak setelah pandemi berakhir.

"Sebab itulah, pembahasan isu-isu ini secara terbuka menjadi penting pada masa sekarang, dan mengapa Science Film Festival 2021 mengarahkan fokusnya kepada sains kesehatan dan kesejahteraan melalui sejumlah film internasional terpilih mengenai topik-topik itu dan topik-topik sains lainnya. Kemajuan dan pembangunan takkan mungkin tanpa sains,” kata Stefan.

Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; inisiatif “Sekolah: Mitra menuju Masa Depan” (PASCH); Bildungskooperation Deutsch (BKD); SEAMEO STEM-ED; Universitas Paramadina; dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Baca juga: GoetheHaus putar film kisah pekerja migran Indonesia di Belanda

Rektor Unika Atma Jaya, Dr. Agustinus Prasetyantoko, mengatakan universitas memiliki peran penting dan sentral untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk mewujudkan cita-cita bersama masa depan yang lebih baik dan lestari.

"Kolaborasi tidak selalu akademik, tapi bisa juga berbau hiburan seperti film, ini soal diplomasi budaya, penting untuk membangun kesadaran dan pengetahuan yang berujung kepada tindakan, di mana dunia kampus harus berperan aktif dalam proses penyadaran," kata Agustinus.

Science Film Festival 2021 di Indonesia akan memutar 17 film dari Afrika Selatan, Belanda, Brazil, Jerman, Portugal, dan Thailand yang telah disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia.

Kategori film-film terpilih adalah sebagai berikut: edutainment keluarga; ilmu pengetahuan alam, ilmu hayati & teknologi; film pendek non-verbal & sains.

Film-film terpilih itu dijadwalkan diputar secara bergantian lewat platform Zoom kepada siswa-siswi dari 166 sekolah di berbagai kabupaten/kota, antara lain di: Aceh, Bangkalan, Bintuni, Flores Timur, Jakarta, Jayapura, Karo, Kuningan, Lembata, Medan, Payakumbuh, Pulang Pisau, Semarang, Surabaya, Soe, Sorong, Toraja, Waikabubak, Waingapu, Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Selain itu, film-film tersebut juga akan ditayangkan di 3 pusat sains dan 6 komunitas.

Dari ke-17 film, "Knietzsche and Health" (2020) dari Jerman yang disutradarai oleh Anja von Kampen adalah salah satu yang mengangkat isu kesehatan. Dalam film animasi berdurasi 3 menit itu, seorang filsuf muda bernama Knietzsche bercerita tentang pentingnya kesehatan: sistem kesehatan tubuh manusia harus bekerja dengan tepat, seperti jam, agar kehidupan kita berjalan tanpa kendala.

“Tahun lalu merupakan pertama kalinya Science Film Festival di Indonesia berlangsung virtual karena pandemi. Meski berjalan secara virtual untuk kedua kalinya, antusiasme sekolah untuk berpartisipasi dalam festival tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu, dari yang sebelumnya hanya 24 kota menjadi 52 kota di 2021. Science Film Festival tetap berkomitmen memfasilitasi akses kepada komunikasi, edukasi, dan pertukaran budaya sains secara berkualitas di masa sulit ini,” ujar Manajer Science Film Festival Indonesia Elizabeth Soegiharto.

Sejak diluncurkan di Thailand pada 2005, Science Film Festival konsisten mempromosikan literasi sains kepada pemuda di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah melalui komunikasi berbasis pengetahuan yang menghibur. Science Film Festival diperkenalkan dan diadakan di Indonesia pada tahun 2010 seiring dengan upaya ekspansi regional festival pada masa itu.

Seiring perjalanan waktu, festival ini telah mengukuhkan diri sebagai yang terbesar di dunia untuk jenisnya, dengan lebih dari 800.000 penonton di 28 negara selama edisi tahun 2020, termasuk 14.415 pengunjung di Indonesia. Festival tahun ini diselenggarakan secara internasional di 23 negara.


Baca juga: Science Film Festival tumbuhkan kecintaan anak pada sains

Baca juga: Science Film Festival 2018 targetkan 100ribu lebih pengunjung

Baca juga: Science Film Festival, Belajar Lewat Film

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021