Mereka kebanyakan bukan orang Temanggung"
Temanggung (ANTARA News) - Selasa lalu, kehidupan masyarakat Temanggung yang tentram dan damai, tiba-tiba terusik.

Udara sejuk yang bertiup dari Gunung Sumbing dan Sindoro di kota yang menjadi sentra penghasil tembakau Jawa Tengah itu, tiba-tiba seakan berubah panas manakala sekelompok orang bertindak anarkis. Sejumlah tempat ibadah dirusak.

Anarki itu dipicu ketidakpuasan sekelompok orang terhadap majelis hakim pada persidangan penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung yang memvonis Antonius Richmond Bawengan dengan hukuman lima tahun penjara.

Sejak pagi hari itu, massa telah berkerumun memenuhi Pengadilan Negeri Temanggung, sampai luber ke jalan depan pengadilan itu.  Mereka berusaha mengikuti proses peradilan terhadap pelaku penodaan agama.

Begitu Ketua Majelis Hakim Dwi Dayanto memvonis terdakwa dengan hukuman lima tahun penjara, massa langsung menyerbu Dwi. Petugas keamanan segera mengamankan Dwi.

Massa pun berubah brutal. Mereka memecah kaca, pot bunga, dan melempari genteng gedung pengadilan. Petugas keamanan lalu mengeluarkan tembakan peringatan untuk menghalau mereka.

Tiba-tiba, sesuatu menimpa Solahudin (40), seorang pengunjung. Kepalanya bocor terkena pantulan benda keras. Dia bersimbah darah, lalu dilarikan ke RSUD Djojonegoro, Temanggung.

Melihat hal itu, massa bertambah brutal dengan nekat membakar truk Dalmas yang diparkir di Jalan Jenderal Sudirman, depan gedung Pengadilan Negeri Temanggung.

Tak cukup dengan itu, massa menuju tengah kota Temanggung, melempari markas Polres Temanggung, merusak Gereja Katolik Santo Petrus Paulus di jalan itu, membakar tiga mobil dan enam motor serta pintu Gereja Pantekosta di Jalan S. Parman.

Mereka juga membakar kantin Sekolah Kristen Shekinah dan enam motor yang diparkir di halaman sekolah itu, lalu mengobrak-abrik meja kursi di tiga ruang kelas di sekolah tersebut.

Seketika seisi kota Temanggung diselimuti suasana mencekam. Para pemilik toko di kota ini mengakhiri sementara kegiatan usahanya.

Bupati Temanggung Hasyim Afandi mengatakan kerusuhan itu mengagetkan masyarakat sehingga hampir seluruh tempat berusaha ditutup.

Bukan orang Temanggung

Hasyim menyesalkan perilaku orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berada di belakang aksi anarki itu.

"Mereka kebanyakan bukan orang Temanggung," katanya.

Bupati juga menegaskan, konflik ini bukan konflik antaragama.  Ini, kata Hasyim, adalah perkara hukum yang dilakukan sendiri Antonius Richmond Bawengan, tanpa melibatkan agama apapun.

"Lepas dari agama yang dia anut, bahwa perbuatannya merupakan tindak pidana yang dilakukan bukan atas nama agama," katanya.

Dia berjanji Pemerintah Kebupaten akan berupaya menyosialisasikan kesepemahaman antarumat untuk menghindari konflik horisontal, karena kericuhan itu murni akibat kesalahan penafsiran terhadap tindak kriminal Antonius.

Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Temanggung akan berusaha menenangkan warganya, sekaligus mengajak mereka untuk tidak mudah terhasut isu-isu yang tidak benar.

"Kami telah mengumpulkan para lurah se-Kecamatan Temanggung dan saya ceritakan kronologi yang sebenarnya agar mereka tidak salah persepsi," kata Hasyim.

Setelah itu, sambungnya, para lurah harus mengambil langkah serupa dengan mengumpulkan tokoh agama dan tokoh masyarakat di daerah mereka, dengan menceritakan kejadian yang sebenarnya perihal sidang penistaan agama tersebut.

Ia mengimbau masyarakat untuk tenang karena polisi dan TNI sedia menjaga mereka dan wilayahnya itu.

"Kondisi perekonomian kemarin memang sempat lumpuh, namun pada sore hari beberapa pemilik toko kembali membuka usahanya dan sekarang perekonomian berjalan normal," katanya.

Hasyim meyakinkan tidak akan ada lagi kericuhan di kotanya karena para perusuh yang kebanyakan orang luar kota Temanggung telah kembali ke daerah mereka masing-masing.

Polisi minta maaf

Polisi bergerak cepat, bahkan penanganan kerusuhan yang merusakkan beberapa tempat ibadah tersebut langsung dibawah kendali Polda Jawa Tengah.

Delapan orang pelaku kerusuhan berinisial NHY, SD, AS, MY, SF, AK, AZ, dan SM pun telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Untuk kepentingan penyelidikan. kami tidak menyebutkan nama terang. Para tersangka adalah dari sekitar kota Temanggung, " katan Kapolda Jawa Tengah Irjen Polisi Edward Aritonang.

Edward mengatakan, jumlah tersangka mungkin bertambah, sedangkan penyelidik terus bekerja keras dalam mengungkap pelaku kerusuhan.

"Bagaimanapun hukum harus ditegakkan, petugas kami terus bekerja keras untuk mengidentifikasi para pelaku," kata Edward.

Ia mengatakan, para pelaku akan dikenai pasal 170 KUHP tentang perbuatan yang dilakukan bersama-sama dengan kekerasan. Mereka diancam lima tahun penjara.

"Apakah perbuatan tersebut dilakukan secara spontanitas atau terorganisir, masih kami teliti," katanya.

Ia berharap masyarakat mendukung langkah polisi. Perbuatan dalam kerusuhan tersebut sendiri sudah sangat jelas, yaitu ada perusakan dan pembakaran.

Kapolda mengatakan, situasi Temanggung berangsur normal sehingga masyarakat bisa beraktivitas kembali, sementara tempat-tempat rawan dijaga ketat polisi dan TNI.

Edward membenarkan, kerusuhan itu memang dipicu oleh ketidakpuasan sekelompok orang terhadap vonis majelis hakim terhadap pelaku penistaan agama.

Namun, dia memastikan proses peradilan kemarin berjalan sesuai ketentuan perundangan. Hakim telah memutuskan perkara sesuai dengan UU. Pasal 155 huruf a dan Pasal 156 huruf b menyatakan pelaku penodaan agama bisa dituntut maksimal lima penjara tahun, ini sesuai dengan vonis hakim.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Temanggung AKBP Anthony Agustinus Koylal meminta maaf kepada masyarakat Temanggung.

"Secara kedinasan saya meminta maaf kepada masyarakat Temanggung, khususnya para tokoh agama apabila dalam pengamanan yang dilakukan polisi Selasa kemarin terdapat sesuatu yang tidak diharapkan," katanya saat bertemu dengan sejumlah tokoh agama dalam forum komunikasi umat beragama (FKUB) Temanggung.

Kapolres mengaku telah berusaha optimal mengamankan jalannya persidangan, baik dalam maupun luar ruang sidang.(*)

H018/T010

Oleh Heru Suyitno
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011