Moskow (ANTARA News) - Seorang wanita Rusia yang diburu polisi karena merencanakan serangan besar di Moskow meledakkan dirinya dalam serangan bom bunuh diri di Kaukasus Utara, kata beberapa pejabat, Selasa.

Tiga orang tewas dan 27 lain cedera dalam dua serangan bom di luar kantor polisi Senin malam di desa pegunungan Gubden di Dagestan yang dilanda kekerasan, demikian AFP melaporkan.

Penyelidik Selasa mengidentifikasi penyerang pertama sebagai Marina Khorosheva, seorang wanita yang berulang kali dikaitkan dengan rencana gagal untuk serangan bunuh diri besar-besaran oleh kelompok gerilya muslim di Moskow pada 31 Desember.

"Menurut informasi awal, penelitian terhadap potongan tubuh menunjukkan bahwa salah satu pembom teroris diidentifikasi sebagai Marina Khorosheva," kata komite penyelidik dalam sebuah pernyataan.

Rencana pemboman 31 Desember gagal ketika peyerang tanpa sengaja meledakkan bomnya di wisma tamunya di Moskow. Namun, insiden itu disusul dengan pemboman bunuh diri 24 Januari di bandara Domodedovo yang menewaskan 36 orang.

Khorosheva dan suaminya, Vitaly Razdobudko, yang juga diburu oleh polisi, menarik perhatian besar pers karena mereka adalah warga Kristen Ortodoks Rusia yang beralih ke agama Islam dan menjadi bagian dari kelompok militan bawah tanah.

Razdobudko disebut-sebut di pers sebagai "Wahhabi Rusia", karena ia penganut Sunni yang berhaluan keras.

Kantor-kantor berita mengatakan, bukti awal juga menunjukkan bahwa Razdobudko mungkin adalah supir kendaraan yang terlibat dalam pemboman kedua di Gubden.

Polisi mengatakan, Khorosheva yang memakai sabuk bom berjalan ke sebuah pos kementerian dalam negeri di Gubden dan meledakkan dirinya. Dua jam kemudian, sebuah mobil yang dikemudikan oleh pembom bunuh diri lain meledak ketika bergerak menuju pos pemeriksaan polisi.

Moskow berulang kali dilanda serangan pada tahun lalu yang dituduhkan pada muslim garis keras dari wilayah Kaukasus Utara.

Dua pemboman yang dilakukan dua wanita penyerang bunuh diri di metro Moskow pada 29 Maret 2010 menewaskan 40 orang dan melukai lebih dari 100.

Kekerasan berkobar di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim, dimana gerilyawan yang marah karena kemiskinan dan terdorong oleh ideologi jihad global ingin mendirikan sebuah negara merdeka yang berdasarkan hukum sharia.

Kremlin hingga kini masih berusaha mengatasi gerilyawan muslim di Kaukasus, satu dasawarsa setelah pasukan federal mendongkel dominasi separatis di Chechnya.

Dagestan, yang terletak di kawasan pesisir Laut Kaspia, telah menggantikan wilayah-wilayah tetangganya sebagai pusat kekerasan di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim.

Dagestan berbatasan dengan Chechnya di Kaukasus Utara, dimana Rusia menghadapi kekerasan muslim garis keras, dan provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim itu seringkali dilanda serangan dengan sasaran aparat penegak hukum dan pejabat pemerintah.

Serangan-serangan itu telah membuat Kremlin berjanji lagi menumpas gerilyawan di Kaukasus Utara. Wilayah tersebut dilanda kekerasan sejak dua perang pasca-Sovyet terjadi di Chechnya antara pasukan pemerintah dan gerilyawan separatis. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011