Madiun (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) untuk selalu meneladani semangat dan nilai sejarah yang diajarkan oleh pendiri PSHT sebagai prinsip hidup anggota secara turun temurun.

Ia menyatakan bahwa nilai sejarah lahirnya PSHT sangat penting untuk diingat dan dihayati oleh setiap warga PSHT.

"Karena hanya dengan mengingat sejarah, kita akan tetap memiliki semangat juang dan dedikasi untuk kebesaran organisasi ini," ujar LaNyalla usai dikukuhkan sebagai warga kehormatan utama PSHT yang berlangsung di Gedung Graha Kridha Budaya Padepokan Pusat PSHT, Kota Madiun, Jawa Timur, Minggu.

PSHT berdiri pada tahun 1922. Tetapi, cikal bakal PSHT telah lahir sejak tahun 1903. Saat itu Ki Ageng Ngabehi Surodiwiryo meletakkan dasar gaya pencak silat Setia Hati di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya.

Baca juga: Ketua DPD RI dikukuhkan jadi Warga Kehormatan Utama PSHT

Oleh muridnya, Ki Hajar Harjo Utomo, pencak silat tersebut diteruskan di Madiun pada tahun 1922 dengan mendirikan perguruan Pentjak Sport Club atau PSC. Kemudian diganti nama menjadi Pemuda Sport Club, yang singkatannya juga sama, yaitu PSC.

"Sebenarnya penggunaan nama Pemuda Sport Club adalah sebuah siasat saja. Untuk menghindari kecurigaan penjajah Belanda saat itu, sehingga kata 'Pentjak' diganti dengan 'Pemuda'," kata LaNyalla.

Akhirnya, Ki Hajar Harjo Utomo leluasa mengajarkan ilmu bela diri kepada rakyat dan pemuda-pemuda di Madiun saat itu. Padahal, ilmu bela diri saat itu hanya bisa diajarkan kepada mereka yang berstatus bangsawan saja.

"Sumbangsih luar biasa pendiri PSHT inilah yang melahirkan pendekar di kalangan rakyat dan merupakan cikal bakal para pejuang kemerdekaan. Meskipun tujuan mulia itu harus ditebus dengan pengorbanan oleh Ki Hajar Harjo Utomo, yang ditangkap dan diasingkan Belanda ke Jember, kemudian dipindah ke Cipinang dan Padangpanjang," tutur LaNyalla.

Melihat sejarah panjang tersebut, lanjut LaNyalla, berarti PSHT telah memberi kontribusi penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena cikal-bakal pejuang perintis kemerdekaan bangsa ini, salah satunya adalah pendekar-pendekar PSHT, yang dididik langsung oleh pendiri PSHT, Ki Hajar Harjo Utomo.

Baca juga: Polres Madiun Kota amankan kegiatan Parapan Luhur PSHT

LaNyalla menyampaikan kebanggaannya sebagai warga PSHT. Tercatat PSHT memiliki 15 juta anggota baik, di Indonesia maupun di luar negeri.

"Ini menunjukkan bahwa PSHT sebuah perguruan yang sangat besar dan memiliki magnet yang sangat kuat, sehingga banyak diminati dan diikuti oleh jutaan pengikut," ungkapnya.

Lebih lanju,t LaNyalla menyatakan PSHT dikenal memiliki banyak falsafah kehidupan. Semuanya tertulis dalam kumpulan kalimat bijak warga PSHT. Kalimat-kalimat tersebut, hingga hari ini, menjadi prinsip hidup setiap warga PSHT secara turun temurun.

"Yang saya tahu, sedikitnya ada 30 kalimat bijak yang menjadi falsafah bagi warga PSHT, dimana falsafah yang terkandung dalam kalimat-kalimat bijak tersebut hingga kini masih menjadi pegangan dan diamalkan oleh warga PSHT secara turun temurun. Ini harus terus dipegang teguh," tegasnya.

Terakhir Senator asal Jawa Timur itu menyoroti dinamika organisasi, terutama menyangkut dualisme kepengurusan PSHT. LaNyalla meminta sebaiknya hal itu disikapi dengan dewasa dan pikiran yang jernih.

Baca juga: Azis Syamsuddin dinobatkan sebagai warga kehormatan PSHT

Baca juga: Ribuan pesilat PSHT berziarah ke makam pendiri perguruan


"Jangan terbawa emosi. Karena kemarahan hanya akan merugikan kita sendiri. Yakin saja, bahwa kebenaran bisa disalahkan, tetapi kebenaran tidak akan bisa dikalahkan. Sejalan dengan ajaran luhur warga PSHT, bahwa 'Sing Resik, Uripe Bakal Mulyo', atau yang bersih hidupnya akan mulia," tuturnya.

Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Umum PSHT R. Moerdjoko H.W, Ketua Dewan Pusat PSHT H Issoebiyantoro, Rizal Edy Halim (Kepala BPKN yang juga sebagai warga kehormatan), Forkopimda Kota Madiun, Forkopimda Kabupaten Madiun, Pamter (Pasukan Pengaman PSHT) serta pengurus PSHT dari berbagai daerah.

Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021