Jakarta (ANTARA) - Aliansi Internasional Karyawan Panggung Teater (IATSE) mencapai kesepakatan tentatif dengan produser pada Sabtu (17/10) waktu setempat untuk mencegah pemogokan yang bisa mengancam gangguan luas di industri Hollywood.

Serikat pekerja yang menaungi sekitar 60.000 pekerja di belakang layar film dan televisi mencakup operator kamera, penata rias, teknisi suara, dan sebagainya, mengatakan para negosiator menyetujui kontrak tiga tahun baru.

“Ini adalah akhir Hollywood. Anggota kami berdiri teguh. Mereka tangguh dan bersatu,” kata presiden serikat pekerja Matthew Loeb dalam sebuah pernyataan melalui surel, dikutip dari Reuters pada Senin.

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan penundaan dan penumpukan produksi sehingga kru bekerja sampai 14 jam sehari untuk menggenjot program layanan streaming.

Serikat pekerja telah mengancam akan mogok mulai Senin jika tidak dapat mencapai kesepakatan dengan Aliansi Produser Film dan Televisi (AMPTP).

Pemogokan akan menutup produksi film dan televisi di seluruh Amerika Serikat dalam penghentian terbesar sejak pemogokan 2007-2008 yang digagas penulis skenario Hollywood. Jika pemogokan kembali terjadi, maka akan memukul berbagai perusahaan termasuk Netflix, Walt Disney, dan Comcast Corp.

IATSE berusaha melakukan negosiasi untuk mengurangi jam kerja dan menaikkan gaji anggota yang bekerja di platform streaming, di mana tarif yang lebih rendah ditetapkan 10 tahun yang lalu ketika video online masih dalam masa pertumbuhan.

Melalui sebuah pernyataan, IATSE mengatakan kontrak yang diusulkan membahas masalah-masalah dalam sistem ketenagakerjaan, seperti waktu istirahat, istirahat makan, upah layak bagi mereka yang berada di bawah skala gaji, dan peningkatan signifikan dalam kompensasi yang harus dibayar oleh perusahaan media baru. Perjanjian kerja baru juga harus mendapat persetujuan dari anggota IATSE.

Baca juga: Kru film dan TV Hollywood akan gelar aksi mogok kerja pekan depan

Baca juga: Daniel Craig akan masuk di "Hollywood Walk of Fame"

Baca juga: Johnny Depp merasa jadi korban "cancel culture" di Hollywood

Penerjemah: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021