Kebangkitan kembali pandemi, di tengah tingkat vaksinasi yang awalnya rendah, memperlambat pemulihan di kawasan Asia Pasifik, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang
Washington (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (19/10/2021) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini untuk Asia dan memperingatkan bahwa gelombang baru infeksi Covid-19, gangguan rantai pasokan, dan tekanan inflasi menimbulkan risiko penurunan pada prospek.

Ekonomi China akan tumbuh 8,0 persen tahun ini dan 5,6 persen pada 2022, tetapi pemulihan tetap "tidak seimbang" karena wabah virus corona yang berulang dan pengetatan fiskal membebani konsumsi, kata IMF.

IMF mengingatkan setiap "normalisasi kebijakan yang tidak tepat waktu atau komunikasi kebijakan yang disalahartikan" oleh Federal Reserve AS, juga dapat memicu arus keluar modal yang signifikan dan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk negara-negara berkembang Asia.

Dalam laporan prospek regionalnya, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini untuk Asia menjadi 6,5 persen, turun 1,1 poin persentase dari proyeksi yang dibuat pada April, karena lonjakan kasus varian Delta memukul konsumsi dan produksi pabrik.

"Kebangkitan kembali pandemi, di tengah tingkat vaksinasi yang awalnya rendah, memperlambat pemulihan di kawasan Asia Pasifik, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang," kata Changyong Rhee, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF pada konferensi pers virtual.

IMF menaikkan perkiraan pertumbuhan Asia untuk 2022 menjadi 5,7 persen dari perkiraan 5,3 persen pada April, yang mencerminkan kemajuan dalam vaksinasi.

Mencatat bahwa Asia Pasifik tetap menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, Rhee mengatakan saat tingkat vaksinasi meningkat, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,9 persen pada 2022, 0,4 poin persentase lebih cepat dari yang diproyeksikan pada April.

"Meskipun Asia dan Pasifik tetap menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, perbedaan antara ekonomi-ekonomi maju dan ekonomi-ekonomi emerging markets dan ekonomi berkembang semakin dalam," kata laporan itu.

Ekonomi China mencapai laju pertumbuhan paling lambat dalam satu tahun pada kuartal ketiga, menyoroti tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan saat mereka berusaha menopang pemulihan yang goyah sambil mengekang sektor real estat.

India diperkirakan akan tumbuh 9,5 persen tahun ini, sementara negara-negara maju seperti Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan mendapat manfaat dari ledakan teknologi dan komoditas tinggi, kata IMF.

Tetapi, negara-negara Asean-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand) masih menghadapi "tantangan berat" dari kebangkitan Covid dan kelemahan dalam konsumsi jasa-jasa.

Sementara ekspektasi inflasi "secara umum mengakar lebih dalam" di Asia, harga-harga komoditas dan biaya pengiriman yang lebih tinggi, ditambah dengan gangguan yang berkelanjutan pada rantai nilai global, memperkuat kekhawatiran atas inflasi yang berkelanjutan.

Baca juga: ADB: Varian Delta redupkan prospek pertumbuhan negara berkembang Asia
Baca juga: Wirausaha wanita Asia Tenggara penggerak utama pertumbuhan e-commerce
Baca juga: Kemlu: Indonesia harus turut disebut dalam "Kebangkitan Asia"

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021