Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengharapkan ada stabilisasi harga minyak dunia, yang sempat melambung tinggi dalam dua tahun terakhir akibat krisis politik di Libya.

"Kita juga tentu mengharapkan bahwa harga minyak yang kadang masih naik turun ini bisa tidak terus di atas, tapi bisa kembali normal seperti yang kita perkirakan dikisaran 80 dolar," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Ia mengharapkan harga minyak dunia akan kembali kepada harga normal dan menurun, setelah pada pasar minyak mentah, Brent North Sea untuk pengiriman April melonjak 1,53 dolar AS menjadi 107,27 dolar AS per barel pada Selasa (22/2) sore hari, tertinggi sejak akhir 2008.

"Kita harapkan ada stabilisasi kembali dan kemudian menurun," ujarnya.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan belum ada perubahan asumsi dalam APBN 2011 saat harga minyak dunia sudah melambung tinggi dari perkiraan.

"Yang diberitakan itu pasti salah satu jenis minyak dengan harga tertinggi seperti Brent (North Sea) tetapi West Texas misalnya masih belum setinggi itu," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah akan terus mengawasi perkembangan minyak dunia dan masih menggunakan rata-rata asumsi pertahun sebesar 80 dolar AS per barel.

Sementara Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKF Askolani menegaskan sulit untuk meprediksi harga minyak dalam waktu dekat.

"Dari pengalaman selama ini fluktuasi minyak dunia sangat sensitif dipengaruhi oleh kondisi geopolitik seperti perang dan lain-lain," ujarnya.

Gelombang protes yang menyebabkan pengusiran dari pemimpin otokratis di Tunisia dan Mesir, kini menyebar ke kawasan penghasil minyak strategis Timur Tengah dan Afrika Utara, Libya.

Hal tersebut mengakibatkan harga minyak mentah melonjak pada hari Selasa dan seperti dilaporkan AFP, kerusuhan di Libya telah memunculkan rasa kekhawatiran para pedagang atas dampak terhadap pasokan minyak.

"Pasar terus terfokus pada ketidakstabilan situasi di Timur Tengah dan Libya khususnya," kata analis minyak John Kilduff.

Libya, yang mempunyai cadangan minyak terbesar Afrika, merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), kartel yang memproduksi sekitar 40 persen dari pasokan global.

Negara ini juga merupakan produsen minyak mentah keempat terbesar Afrika setelah Nigeria, Aljazair dan Angola, dengan produksi 1,8 juta barel per hari dan estimasi cadangan 42 miliar barel.

"Kerusuhan di Libya sangat mengkhawatirkan karena beberapa alasan, termasuk rezim yang menggunakan kekerasan ekstrim terhadap oposisi," kata analis Capital Economics Julian Jessop.(*)

(T.S034/B008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011