Pada tahun 2014, kita punya delapan menteri perempuan dan ini yang tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irene Hiraswari Gayatri menilai representasi perempuan dalam kancah perpolitikan di Indonesia sudah baik.

"Representasi perempuan di politik tidak pernah lebih baik daripada saat ini karena memiliki demokrasi yang lebih berwarna setelah 1998," kata Irene dalam seminar internasional bertajuk Gender Parity in Asia: Voices for Young Women's Better Future Confirmation yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube EAI (East Asia Institute), Jumat.

Menurut Irene, representasi perempuan dalam politik di Indonesia dapat dilihat dari peran perempuan dalam memimpin partai politik, memimpin pemerintahan daerah, memimpin berbagai kementerian, hingga memimpin negara.

"Kita pernah memiliki presiden perempuan, yaitu Ibu Megawati," ucap Irene.

Selain itu, pada tahun 2014, dalam susunan Kabinet Kerja, terdapat delapan menteri perempuan, yakni Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek.

Selanjutnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

"Pada tahun 2014, kita punya delapan menteri perempuan dan ini yang tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN," ujarnya.

Akan tetapi, kata Irene, masih terdapat ketimpangan ketika Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) perempuan dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia laki-laki. Indeks Pembangunan Manusia untuk kategori laki-laki mencapai poin sebesar 75.98, sedangkan untuk perempuan hanya sebesar 69.19.

Irene mengutip pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang mengatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan banyak peningkatan mengenai kondisi perempuan, terlebih pada partisipasi perempuan di bidang politik.

"Karena ketidaksetaraan masih ada, bukan hanya karena kondisi struktural, melainkan karena masih ada budaya patriarki," kata Irene.

Oleh karena itu, dia berharap agar Pemerintah memberikan edukasi kepada publik mengenai pentingnya pengarusutamaan gender, khususnya pada sektor birokrasi, sektor swasta, dan kehidupan bermasyarakat.

Baca juga: Melihat representasi dan kepemimpinan perempuan di DPR RI 2019-2024

Baca juga: Pengamat: representasi politik perempuan bukan sekadar jumlah

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021