Benghazi, Libya (ANTARA News) - Pasukan yang setia pada pemimpin Libya Moamer Kadhafi melepaskan tembakan ke arah pemrotes di sejumlah daerah Tripoli, Jumat, dan sedikitnya dua orang tewas, kata beberapa saksi kepada AFP melalui telefon.

"Pasukan keamanan menembaki demonstran secara membabi-buta," kata seorang warga salah satu daerah pinggiran timur yang melihat bentrokan-bentrokan sebelumnya antara penentang dan pendukung rejim Libya.

"Ada yang tewas di jalan Sug al-Jomaa," kata saksi itu.

Penduduk di daerah pinggiran timur yang lain, Ben Ashur and Fashlum, serta distrik Ghut Ashaal, mengatakan, mereka juga menyaksikan penembakan gencar terhadap orang di jalan.

Seorang warga di Fashlun mengatakan, dua orang tewas di sana.

Di Ben Ashur, seorang warga mengatakan, "mereka menembaki warga sipil tak bersenjata yang pergi seusai sholat" Jumat.

Sejumlah warga mengatakan, terjadi penembakan di daerah-daerah Siyahia dan Janzour, dimana demonstrasi anti-rejim dikabarkan berlangsung.

Pasukan keamanan ditempatkan di sekitar masjid-masjid untuk mencegah demonstrasi setelah sholat Jumat, kata beberapa saksi.

Kamis, Kadhafi meminta penduduk merampas senjata pemrotes yang menguasai sejumlah daerah di negara itu.

"Konstitusi sangat jelas: ambil senjata dari mereka," kata Kadhafi, yang berbicara melalui telefon kepada televisi Libya.

"Saya hanya mempunyai kewenangan moral," kata Kadhafi, yang seperti biasanya berusaha tampil sebagai seorang pemimpin revolusi rakyat, bukan sebagai seorang kepala negara.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011