Jakarta (ANTARA News) - Indonesia-Malaysia, dua negara serumpun dan bertetangga, perlu menjalankan pendekatan diplomasi soft power dalam hubungan bilateralnya, kata salah satu anggota forum Eminent Persons Group (EPG) Dr Musni Umar di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu ketika tampil menjadi pembicara dalam Seminar Internasional "Membangun Trace Baru Dalam Hubungan Indonesia-Malaysia," yang dibuka Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, Senin.

Turut berbicara dalam seminar itu, sejarawan Indonesia/mantan ketua LIPI,Taufik Abdullah dan Guru Besar Sejarah Universitas Malaya (UM), Zainal Kling dengan moderator Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia, Mukhlis PaEni.

Musni mengatakan pentingnya pendekatan soft power setidaknya dilandasi lima alasan. Pertama, pendekatan kekerasan (hard power) tidak pernah bisa menyelesaikan suatu masalah, bahkan kekerasan sering memicu terjadinya kekerasan lain.

Kedua, pendekatan soft power lebih mudah dilakukan karena tidak ada yang tersinggung, dan tidak ada yang merasa disakiti dan merasa dikalahkan. Ketiga, pendekatan soft power akan melahirkan persaudaraan sejati, yang sama-sama menenggang perasaan, dan tidak saling menyakiti. Keempat, pasti memberi manfaat yang lebih besar daripada pendekatan hard power.

Kelima, pendekatan hard power sebagai lawan daripada pendekatan soft power dapat memberi pelajaran kepada

kedua bangsa Malaysia bahwa tidak ada yang untung kalau konfrontasi, sebab yang menang menjadi arang dan yang kalah menjadi abu, kata Musni yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Untuk mewujudkan pendekatan soft power dalam hubungan Indonesia-Malaysia, maka harus dimulai, pertama, nawaitu (niat) yang ikhlas.

Niat akan melahirkan kemauan yang tinggi, ketulusan, kesungguhan, dan kerendahan hati. Kedua, memilih duta besar dan diplomat, sebaiknya dari kalangan perguruan tinggi yang mampu menjabarkan konsep soft power approach, sebab pendekatan semacam ini lebih mengandalkan silaturrahim diplomacy, lobi, dialog, diskusi dan komunikasi.

Ketiga, menyelesaikan setiap masalah secara damai melalui jalur diplomasi. Keempat, melakukan pencerahan (enlightenment) kepada masyarakat. Kelima, sabar, konsisten memelihara, menjaga dan merawat hubungan kedua negara serumpun.

Sementara Prof Zainal Kling, Guru Besar Universitas Malaya (UM) mengusulkan perlunya membangun kesatuan budaya dan pemikiran untuk mewujudkan trace baru dalam hubungan Indonesia-Malayia.

Sementara, Taufik Abdullah menekankan pentingnya pewarisan nilai-nilai sejarah kepada generasi muda Indonesia.

(A029/A011/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011