Insentif diperlukan agar migas yang ada di lapangan-lapangan itu bisa diproduksikan secara ekonomis.
Balikpapan (ANTARA) - Para kontraktor kerja sama minyak gas (migas) mengharapkan sejumlah kemudahan dan keringanan (insentif) dari negara dalam upaya mencari dan memproduksikan migas saat ini.

“Misalnya itu, semua yang Pertamina di Kalimantan Timur ini, semua minta insentif,” kata Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman, Senin.

Fatar Yani baru saja mengunjungi wilayah-wilayah kerja migas di Kalimantan Timur yang dikelola Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pertamian Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS), dan Eni Muarabakau.

Insentif yang diinginkan, untuk kontraktor bagi hasil itu, di antaranya keringanan pajak atau mengurangi jenis-jenis pajak yang harus dibayarkan, penambahan bagian dari bagi hasil minyak atau gas, dan ada kredit investasi sebagai tambahan modal bagi operator,

Untuk kontraktor yang bekerja dengan sistem gross split, kontraktor minta bagiannya ditambah.

Menurut Fatar Yani, tanpa insentif tersebut, para kontraktor akan kesulitan melakukan pengembangan atas lapangan-lapangan yang mereka kelola, sementara mereka dituntut untuk terus meningkatkan produksi.

“Seperti saya diajak melihat lokasi bakal sumur. Tanpa insentif, tidak akan dikerjakan pengeboran di lokasi itu, karena hitung-hitungan bisnisnya kontraktor rugi atau pas-pasan. Dengan insentif, maka pekerjaan itu akan menarik,” jujar Fatar Yani pula.

Apalagi, katanya lagi, ladang-ladang minyak dan gas di Kalimantan Timur yang rata-rata sudah berusia 30-40 tahun memerlukan berbagai penanganan khusus, agar minyak dan gasnya masih bisa dipompa keluar.

Para kontraktor juga menyiasati dengan terus menambah sumur produksi untuk mendapatkan minyak dan gas lebih banyak.

Kebijakan insentif ini juga semakin mendesak, karena banyak ditemukan cadangan-cadangan minyak baru.

Dalam hal penambahan cadangan ini, tercatat Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) menyumbang 149,5 juta barel. Lapangan yang sudah diproduksikan sejak zaman Belanda dan dikelola Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS) memberi 273,8 juta barel, barulah kemudian tambahan dari Jindi South Jambi B Co sebesar 233,6 juta barel, dan dari Ophir Indonesia di Bangkanai-Lahai-Barito Utara-Kalimantan Tengah 150,9 juta barel. Keseluruhan potensi tambahan cadangan migas yang membutuhkan insentif mencapai 938 juta barel.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman di Balikpapan, Senin 25/10/2021. ANTARA /Novi Abdi
“Insentif diperlukan agar migas yang ada di lapangan-lapangan itu bisa diproduksikan secara ekonomis,” ujarnya pula.

Dampak positif yang dihasilkan dari insentif tersebut antara lain penambahan cadangan minyak dan gas sebesar 465,5 juta barel, dan penambahan penerimaan negara sekitar 2,9 miliar dolar AS atau sebesar Rp42 triliun.

Menurut Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara dalam kesempatan terpisah, insentif hulu migas mendorong penambahan investasi pengeboran dan fasilitas produksi sebesar 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp50 triliun, yaitu meliputi pengeboran 88 sumur pengembangan, 15 sumur injeksi, 32 reaktivasi sumur, 1 sumur step out dan konstruksi serta pemasangan fasilitas produksi.

“Insentif tersebut juga meningkatkan daya saing hulu migas Indonesia, dan pihak KKKS mendapatkan manfaat pendapatan sebesar 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp21,75 triliun,” demikian Lubiantara.
Baca juga: SKK Migas: Insentif hulu migas sumbang penerimaan negara Rp41 triliun
Baca juga: Menteri ESDM usulkan insentif fiskal dorong investasi hulu migas


Pewarta: Novi Abdi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021