Cilacap (ANTARA News) - Akhir Februari lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis pengungkapan jaringan peredaran narkotika jenis sabu yang dikendalikan dari salah satu lembaga pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Konon, jaringan yang memiliki omzet hingga Rp20 miliar per hari ini dikendalikan oleh seorang narapidana kasus narkoba bernama Yoyo yang memiliki julukan "Jenderal Besar".

Informasi yang dihimpun ANTARA, terungkapnya bisnis sang "Jenderal Besar" ini tak lepas dari peranan sipir atau petugas lapas di Pulau Nusakambangan, khususnya Satuan Tugas Keamanan dan Ketertiban (Satgas Kamtib) yang bertugas di Dermaga Wijayapura Cilacap.

Satgas Kamtib inilah yang pertama kali membongkar upaya pengiriman narkotika jenis sabu seberat 280 gram yang ditujukan untuk Edi di Lapas Besi di Pulau Nusakambangan melalui jasa travel.

"Edi itu ternyata adalah Yoyo. Dia sengaja menggunakan nama Edy dalam pengiriman paket sabu tersebut," kata seorang anggota Satgas Kamtib kepada ANTARA di Dermaga Wijayapura, Selasa (1/3) sore.

Berdasarkan catatan ANTARA, upaya pengiriman atau penyelundupan sabu tersebut terbongkar pada akhir Januari silam.

"Upaya penyelundupan ini terkuak ketika tim Satgas Kamtib Lapas Nusakambangan yang bertugas di Dermaga Wijayapura, Cilacap, menerima sebuah paket yang dikirimkan melalui sebuah travel pada hari Jumat (21/1), pukul 08.30 WIB," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah, Mayun Mataram, di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Rabu (26/1) petang.

Akan tetapi, kata dia, alamat pengirim maupun tujuan paket yang diterima Komandan Satgas Kamtib Tunggul Wiryawan tersebut tidak tertulis dengan jelas karena alamat pengirim hanya tertulis nama Leo, Jakarta, dan sebuah nomor telepon seluler, sedangkan alamat tujuan hanya tertulis nama Edi, LP Besi, dan sebuah nomor telepon seluler.

Bahkan, nomor telepon seluler yang tercantum tidak bisa dihubungi oleh Satgas Kamtib sehingga paket itupun ditahan oleh petugas dan selanjutnya diserahkan kepada tim Satgas Kamtib yang bertugas malam.

Pada malam harinya, seorang petugas Lapas Besi datang ke Pos Dermaga Wijayapura dan hendak mengambil paket tersebut.

Satgas Kamtib pun tidak bersedia menyerahkan paket kepada petugas lapas tersebut karena sesuai ketentuan, paket atau surat hanya dapat diambil petugas yang ditunjuk oleh masing-masing kepala lapas.

Setelah berdebat cukup lama, mereka sepakat untuk membuka paket tersebut di pos penjagaan dan Satgas Kamtib akan menahan paket jika menemukan barang mencurigakan.

Saat paket tersebut dibuka, Satgas menemukan kemasan sebuah produk sereal yang mencurigakan karena dari tiga kemasan produk sejenis, hanya satu yang dilakban.

"Ketika lakban tersebut dibuka, ternyata terdapat sebuah kantong berisi serbuk warna putih yang dicurigai sebagai sabu-sabu," kata Mayun.

Ia mengatakan, penemuan paket yang dicurigai berisi barang haram tersebut semula hendak dilaporkan kepada Kepolisian Resor Cilacap untuk ditindaklanjuti.

Menurut dia, hal itu dilakukan karena Satgas Kamtib Lapas Nusakambangan belum memiliki kemahiran maupun dilengkapi alat untuk mengenali narkotika.

"Namun kami menerima informasi jika upaya penyelundupan tersebut sudah diintai oleh BNN. Keesokan harinya, BNN yang datang ke sini segera melakukan pengujian terhadap barang mencurigakan dan hasilnya positif sebagai sabu-sabu," katanya.

Berdasarkan keterangan BNN, kata dia, sabu-sabu tersebut seberat 280 gram atau senilai Rp560 juta.

Ia mengatakan, kasus tersebut selanjutnya diserahkan kepada BNN dan telah dibuat berita acara penyerahannya dengan disaksikan oleh Satgas Kamtib, seluruh kalapas se-Nusakambangan, Polres Cilacap, dan Polsek Cilacap Selatan

Menurut dia, petugas Lapas Besi yang mengaku sebagai pemilik paket tersebut hingga saat ini masih menjalani pemeriksaan oleh BNN.

Akan tetapi, dia tidak bersedia menyebutkan identitas petugas lapas tersebut.

"Kami belum bisa menyebutkan identitasnya karena masih menjalani pemeriksaan sebagai upaya untuk mengembangkan kasus tersebut termasuk kemungkinan adanya keterlibatan petugas lain," kata Mayun menegaskan.

Jika petugas tersebut terbukti bersalah, kata dia, pihaknya akan memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku saat ini.

Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga memohon kepada BNN untuk menggelar tes urine kepada seluruh pegawai Lapas Besi termasuk para warga binaannya.

"Hari ini tes urine tersebut telah dilaksanakan," katanya.

Terkait mekanisme pengambilan paket dan surat, Kepala Lapas Batu Mirza Zulkarnain mengatakan, hal itu hanya dapat dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh masing-masing kepala lapas yang dibuktikan dengan surat tugas.

Dengan demikian, kata dia, Satgas Kamtib tidak bisa menyerahkan paket tersebut kepada sembarang orang.

Menurut dia, Satgas Kamtib Lapas Nusakambangan merupakan satuan tugas yang dibentuk dan bertanggung jawab langsung kepada Kanwil Kemenkumham Jateng.

"Tugas mereka berbeda dengan para petugas lapas. Mereka menjalankan perintah langsung dari kanwil, bahkan saya pun tidak bisa memerintah Satgas Kamtib ini," kata dia yang juga Koordinator Lapas se-Nusakambangan dan Cilacap.

Mengenai peranan petugas lapas khususnya Satgas Kamtib dalam pengungkapan peredaran narkotika yang diduga dikendalikan oleh Yoyo alias Edi alias "Jenderal Besar" juga disampaikan Kalapas Kembangkuning Hermawan Yunianto kepada Kapolda Jateng Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang saat melakukan pertemuan dengan para kepala lapas se-Nusakambangan dan Cilacap, Selasa (1/3) siang.

"Dalam pertemuan tersebut, Pak Herry (panggilan akrab Kalapas Kembang Kuning, red.) mengatakan bahwa pengungkapan jaringan narkotika jenis sabu ini tak lepas dari peranan Satgas Kamtib karena yang pertama kali menggagalkan pengiriman sabu untuk Edi alias Yoyo," kata Kalapas Cilacap Taufiqqurahman kepada ANTARA di Cilacap, Selasa (1/3) sore.

Terkait hal itu, kata dia, Kapolda memberikan apresiasi kepada Satgas Kamtib yang telah berhasil menggagalkan penyelundupan sabu tersebut.

Sementara itu sejumlah petugas lapas Nusakambangan yang ditemui ANTARA, menyayangkan pemberitaan tentang terungkapnya bisnis haram "Jenderal Besar" Yoyo alias Edi yang seolah keberhasilan BNN sepenuhnya tanpa menyebutkan peranan petugas lapas.

"Petugas lapas pun turut terlibat dalam pengungkapan kasus tersebut. Oleh karena tidak memiliki kewenangan untuk menyidik, kasus tersebut dilimpahkan ke BNN. Kalau seperti ini (pemberitaan, red.), masyarakat akan beranggapan bahwa petugas lapas banyak yang bobrok dan sering berbuat kesalahan," kata salah satu petugas lapas.

Buntut dari terungkapnya peredaran narkotika di Nusakambangan, sejumlah pejabat struktural harus menerima getah dari ulah narapidana maupun sipir diduga yang terlibat bisnis haram tersebut.

"Hari ini, per tanggal 1, ada empat pejabat struktural yang sudah kami ambil langkah administratif, salah satunya kalapas (kepala lembaga pemasyarakatan, red.)," kata Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Jateng, Chairuddin Idrus, usai acara pencanangan program "Konservasi Nusakambangan dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Setempat" di Selok Jero Indralaya, Nusakambangan bagian barat, Selasa siang.

Akan tetapi dia tidak menyebutkan nama lembaga pemasyarakatan tempat keempat pejabat tersebut bekerja.

Menurut dia, para pejabat struktural ini harus bertanggung jawab meskipun tidak terlibat kasus nakotika tersebut.

Dalam hal ini, kata dia, mereka dinilai tidak bisa menjalankan tugas dengan baik.

"Sesuai undang-undang, keamanan di dalam lapas adalah tanggung jawab kepala," katanya.

Terkait pemeriksaan terhadap para sipir Nusakambangan, dia mengatakan, hal itu dilakukan terkait terungkapnya kasus peredaran narkotika di dalam lapas yang ditindaklanjuti dengan tes urine oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

Disinggung mengenai surat dari BNN yang menyatakan adanya sejumlah sipir Nusakambangan yang teridentifikasi menggunakan narkotika, dia mengaku belum menerimanya.

"Kanwil belum menerimanya. Surat itu langsung ke lapas, namun kemarin kami bersama inspektorat dan petugas gabungan telah melakukan pemeriksaan," katanya.

Sementara mengenai napi bernama Yoyo yang dirilis BNN sebagai otak peredaran narkotika dari dalam lapas, dia mengatakan, hingga saat ini napi tersebut masih mendekam di dalam Lapas Besi Nusakambangan.

Jika terbukti, kata dia, Yoyo kemungkinan akan mendapat hukuman baru terkait kasus tersebut selain menerima sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya di dalam lapas.

Menurut dia, hingga saat ini ada dua orang sipir lapas Nusakambangan yang menjalani pemeriksaan oleh BNN.

Chairuddin juga mengatakan, seluruh lembaga pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan tidak akan terjangkau sinyal telepon seluler mulai bulan April 2011.

"Insya Allah bulan April, seluruh lapas di Nusakambangan akan `zero signal`. Saat ini sedang dalam proses pengadaan `jammer` (alat pengacak sinyal telepon seluler, red.)," katanya.

Menurut dia, pemasangan alat pengacak sinyal ini diharapkan dapat memutus komunikasi telepon seluler yang dilakukan narapidana dengan orang di luar lapas.

"Kami juga telah membentuk Satgas Kamtib sebagai salah satu upaya untuk mengantisipasi hal itu," katanya.

Informasi yang dihimpun ANTARA, salah satu pejabat struktural yang dinonaktifkan dari jabatannya adalah Kalapas Besi, Dasep Suryana.

Bahkan, jabatan tersebut telah diserahterimakan dari Dasep Suryana kepada seorang pejabat yang sebelumnya bertugas di Kanwil Kemenkum dan HAM Jateng pada Selasa petang. (ANT/K004)

Oleh Oleh Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011